B. Macam-macam Banjir
Terdapat
berbagai macam banjir yang disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
1.
Banjir air
Banjir yang satu ini adalah banjir yang sudah umum. Penyebab banjir ini
adalah meluapnya air sungai, danau, atau selokan sehingga air akan meluber lalu
menggenangi daratan. Umumnya banjir seperti ini disebabkan oleh hujan yang
turun terus-menerus sehingga sungai atau danau tidak mampu lagi menampung air.
2. Banjir “Cileunang”
Jenis banjir yang satu ini hampir
sama dengan banjir air. Namun banjir cileunang ini disebakan oleh hujan yang
sangat deras dengan debit air yang sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi
karena air-air hujan yang melimpah ini tidak bisa segera mengalir melalui
saluran atau selokan di sekitar rumah warga. Jika banjir air dapat terjadi
dalam waktu yang cukup lama, maka banjir cileunang adalah banjir dadakan
(langsung terjadi saat hujan tiba).
3. Banjir bandang
Tidak hanya banjir dengan materi
air, tetapi banjir yang satu ini juga mengangkut material air berupa lumpur.
Banjir seperti ini jelas lebih berbahaya daripada banjir air karena seseorang
tidak akan mampu berenang ditengah-tengah banjir seperti ini untuk
menyelamatkan diri. Banjir bandang mampu menghanyutkan apapun, karena itu daya
rusaknya sangat tinggi. Banjir ini biasa terjadi di area dekat pegunungan,
dimana tanah pegunungan seolah longsor karena air hujan lalu ikut terbawa air
ke daratan yang lebih rendah. Biasanya banjir bandang ini akan menghanyutkan
sejumlah pohon-pohon hutan atau batu-batu berukuran besar. Material-material
ini tentu dapat merusak pemukiman warga yang berada di wilayah sekitar
pegunungan.
4. Banjir rob (laut pasang)
Banjir rob adalah banjir yang
disebabkan oleh pasangnya air laut. Banjir seperti ini kerap melanda kota Muara
Baru di Jakarta. Air laut yang pasang ini umumnya akan menahan air sungan yang
sudah menumpuk, akhirnya mampu menjebol tanggul dan menggenangi daratan.
5. Banjir lahar dingin
Salah satu dari macam-macam
banjir adalah banjir lahar dingin. Banjir jenis ini biasanya hanya terjadi
ketika erupsi gunung berapi. Erupsi ini kemudian mengeluarkan lahar dingin dari
puncak gunung dan mengalir ke daratan yang ada di bawahnya. Lahar dingin ini
mengakibatkan pendangkalan sungai, sehingga air sungai akan mudah meluap dan
dapat meluber ke pemukiman warga.
6. Banjir lumpur
Banjir lumpur ini identik dengan
peristiwa banjir Lapindo di daerah Sidoarjo. Banjir ini mirip banjir bandang,
tetapi lebih disebabkan oleh keluarnya lumpur dari dalam bumi dan menggenangi
daratan. Lumpur yang keluar dari dalam bumi bukan merupakan lumpur biasa,
tetapi juga mengandung bahan dan gas kimia tertentu yang berbahaya. Sampai saat
ini, peristiwa banjir lumpur panas di Sidoarjo belum dapat diatasi dengan baik,
malah semakin banyak titik-titik semburan baru di sekitar titik semburan lumpur
utama.
C. Penyebab Terjadinya Banjir
Adapun beberapa penyebab
terjadinya banjir antara lain sebagai berikut :
Ø Sungai
Lama: Endapan dari hujan atau
pencairan salju cepat melebihi kapasitas saluran sungai. Diakibatkan hujan
deras monsun, hurikan dan depresi tropis, angin luar dan hujan
panas yang mempengaruhi salju. Rintangan drainase tidak terduga seperti tanah longsor, es, atau puing-puing dapat mengakibatkan banjir
perlahan di sebelah hulu rintangan.
Cepat: Termasuk banjir bandang akibat curah hujan
konvektif (badai petir besar) atau pelepasan mendadak endapan hulu yang terbentuk di
belakang bendungan, tanah longsor, atau gletser.
Ø Muara
Biasanya diakibatkan oleh
penggabungan pasang laut yang diakibatkan angin badai. Banjir badai akibat siklon tropis atau siklon ekstra tropis masuk dalam kategori ini.
Ø Pantai
Diakibatkan badai laut besar atau
bencana lain seperti tsunami atau hurikan). Banjir badai akibat siklon tropis atau siklon ekstratropismasuk dalam kategori ini.
Ø Peristiwa
Alam
Diakibatkan oleh peristiwa
mendadak seperti jebolnya bendungan atau bencana lain seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi.
Ø Manusia
Kerusakan akibat aktivitas
manusia, baik disengaja atau tidak merusak keseimbangan alam.
Ø Lumpur
Banjir lumpur terjadi
melalui penumpukan endapan di tanah pertanian. Sedimen kemudian terpisah dari
endapan dan terangkut sebagai materi tetap atau penumpukan dasar sungai.
Endapan lumpur mudah diketahui ketika mulai mencapai daerah berpenghuni. Banjir
lumpur adalah proses lembah bukit, dan tidak sama dengan aliran lumpur yang
diakibatkan pergerakan massal.
Ø Hujan
Tingginya curah hujan menjadi
salah satu faktor penyebab banjir. Hal ini dapat dilihat dari statistik
terjadinya bencana alam banjir umumnya terjadi pada setiap musim penghujan.
Ø Pembuangan
sampah yang tidak pada tempatnya
Di daerah perkotaan, inilah salah
satu kontributor terbesar dalam hal penyumbatan saluran air seperti
gorong-gorong atau got membuat aliran air terhambat sehingga tidak dapat
mengalir ke tempat lain. Kesadaran masyarakat sekitar untuk tidak membuang
sampah ke sungai atau selokan diperlukan untuk mengurangi banjir.
Ø Kurangnya
daerah resapan air
Tata ruang buruk seperti tidak
adanya taman kota atau pembangunan pada tanah olahan kosong mengakibatkan
hilangnya daerah yang seharusnya menjadi daerah untuk resapan air . Pengaturan
tempat pemukiman sebaiknya berada pada tanah yang memang memiliki resapan
air rendah bukan pada tanah terbuka berdaya serap tinggi.
D. Dampak Banjir
1.
Dampak Primer
Dampak primer merupakan jenis kerusakan yang terjadi
dan bisa terlihat selama ataupun setelah banjir terjadi. Biasanya, kondisi ini
meliputi kerusakan fisik dan yang termasuk dalam dampak primer ini adalah
kerusakan dalam infrastruktur lalu lintas, kerusakan bangunan, dan jembatan.
Rusaknya kendaraan bermotor, sistem pengendalian air, serta komunikasi pun
termasuk dalam bagian kerusakan yang digolongkan sebagai dampak primer
tersebut.
2. Dampak Sekunder
Dampak banjir yang digolongkan sebagai dampak sekunder
adalah jenis dampak yang biasanya terjadi setelah banjir usai. Dampak ini tidak
bisa dilihat secara langsung, tetapi bisa dirasakan oleh masyarakat. Akibatnya,
sistem kehidupan manusia mulai mengalami ketidakseimbangan dan menyebabkan
beberapa permasalahan sosial.
Keadaan yang tergolong ke dalam kelompok dampak
sekunder ini antara lain adalah sulitnya mendapatkan air minum bersih.
Biasanya, dalam kondisi banjir, sumber-sumber air bersih akan mengalami dampak
karena terendam banjir. Gangguan pada ketersediaan air bersih ini bisa pula
disebabkan rusaknya jaringan yang mengalirkan air bersih ke rumah-rumah
pelanggan.
Adanya banjir yang berkepanjangan menyebabkan
rentannya timbul penyakit. Hal ini karena adanya perubahan lingkungan yang
menjadi kurang higienis dan menjadikan tempat berkembang biaknya kuman ataupun
penyakit. Pada saat bencana banjir, jenis penyakit yang sering muncul pada
manusia adalah penyakit kulit seperti gatal dan juga penyakit perut seperti
diare atau muntaber.
Banjir juga berpotensi mengancam kelangsungan
persediaan pangan manusia. Kondisi ini bisa terjadi apabila kawasan pertanian
terendam oleh banjir sehingga mengakibatkan gagal panen. Keadaan bisa semakin
memburuk bila jalur transportaasi yang ada pun mengalami kerusakan sehingga
kawasan yang terkena banjir menjadi terisolir dan bantuan tidak bisa masuk ke
kawasan tersebut. Genangan banjir bisa pula menyebabkan matinya beberapa jenis
spesies tanaman. Bila terendam, tanaman tersebut akan sulit bernafas dan
terjadinya pembusukan pada bagian akar. Hal inilah yang akan menyebabkan tanaman
menjadi mudah mati.
Beberapa jenis hewan pun akan kehilangan tempat
tinggal bila banjir tiba. Biasanya, binatang-binatang tersebut kemudian akan
keluar dari sarangnya dan bila tergolong binatang yang berbahaya, bisa
saja mengancam keselamatan manusia. Pada saat banjir di Jakarta terjadi
misalnya, beberapa jenis binatang melata seperti ular dan buaya terlihat keluar
dari sarangnya dan berenang di kawasan pemukiman yang terendam air.
3. Dampak Tersier
Dampak terakhir dari adanya bencana banjir ini adalah
dampak tersier atau dampak yang terjadi dalam jangka panjang. Biasanya, dampak
ini berwujud dampak pada sistem ekonomi seperti hilangnya potensi wisata dan
peningkatan biaya hidup seperti biaya untuk makan. Selain itu, beberapa jenis
komoditi akan mengalami lonjakan harga karena kelangkaan pasokan yang ada di
masyarakat. Di sisi lain, kawasan yang rentan teredam banjir pun akan mengalami
penurunan harga jual dibanding kawasan yang bebas dari ancaman banjir. Ya,
pemukiman yang sering terkena bencana banjir biasanya akan dihindari untuk
dipilih oleh masyarakat.
E. Tindakan Untuk Mengatasi Banjir
Untuk menanggulangi terjadinya banjir, maka dibutuhkan
cara penanggulangan sebagai berikut:
1. Pengoptimalan sungai ataupun selokan, sungai ataupun selokan sebaiknya
dipelihara dan dipergunakan sebagaimana mestinya. Sungai ataupun selokan tidak
untuk tempat pembuangan sampah. Kebersihan air dan deras arusnya harus di
pantau setiap saat sekedar untuk mengamati jika sewaktu-waktu terjadi banjir.
Dengan penanganan sampah yang baik juga dapat membantu mengatasi banjir.
2. Larangan pembuatan rumah penduduk di sepanjang
sungai, tanah di pinggiran sungai
tidak seharusnya digunakan sebagai areal pemukiman penduduk. Selain menyebabkan
banjir, juga tatanan pola masyarakat menjadi tidak teratur. Diperlukan
kebijakan pemerintah dalam merelokasikan warga yang sudah bermukim disana
sekaligus menekan laju urbanisasi.
3. Melaksanakan program tebang pilih dan reboisasi, pohon yang telah ditebang
seharusnya ada penggantinya. Menebang pohon yang telah berkayu kemudian tanam
kembali tunas pohon yang baru. Ini bertujuan untuk regenerasi hutan agar tidak
gundul. Keberadaan pohom dapat menciptakan kota yang hijau, membantu mengurangi
polusi udara, memperbanyak resapan air. Reboisasi adalah salah satu sarana
untuk mengatasi banjir karena ketika hujan turun, air dapat diserap secara
maksimal.
4. Mempergunakan alat pendeteksi banjir sederhana, untuk memantau tanda-tanda
terjadinya banjir, dibutuhkan suatu alat pendeteksi banjir. Alat pendeteksi ini
dibuat secara sederhana agar masyarakat mampu untuk membuatnya.
5. Membuat
Lubang Resapan Biopori (LRB)
Biopori berguna untuk mengurangi jumlah air hujan atau
air dari saluran pembuangan di permukaan tanah. Biopori sendiri merupakan
sebuah lubang berdiameter 10 – 30 cm dengan kedalaman vertikal 80cm -100
cm. Setelah dibuat lubangnya, diisi dengan batu kerikil pada dasarnya lalu
ditutupi dengan sampah organik seperti dedaunan.
2.2 Bencana Kekeringan


A.
Definisi Kekeringan
Kekeringan adalah merupakan salah satu bencana yang sulit dicegah dan
datang berulang. Secara umum pengertian kekeringan adalah ketersediaan air yang
jauh di bawah dari kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan
ekonomi dan lingkungan. Terjadinya kekeringan di suatu daerah bisa menjadi
kendala dalam peningkatan produksi pangan di daerah tersebut. Di Indonesia pada
setiap musim kemarau hampir selalu terjadi kekeringan pada tanaman pangan dengan intensitas dan luas daerah yang berbeda tiap tahunnya.
Pengertian kekeringan dapat diklasifikasikan lebih spesifik sebagai
berikut :
a. Kekeringan Meteorologis
a. Kekeringan Meteorologis
Kekeringan ini berkaitan dengan tingkat curah hujan yang terjadi berada di
bawah kondisi normal dalam suatu musim. Perhitungan tingkat kekeringan
meteorologis merupakan indikasi pertama terjadinya kondisi kekeringan.
Intensitas kekeringan berdasarkan definisi meteorologis sebagai berikut:
Intensitas kekeringan berdasarkan definisi meteorologis sebagai berikut:
·
kering : apabila curah hujan
antara 70%-80%, dari kondisi normal (curah hujan di bawah normal)
·sangat kering : apabila curah hujan antara 50%-70% dari kondisi normal
(curah hujan jauh di bawah normal)
·
amat sangat kering : apabila
curah hujan di bawah 50% dari kondisi normal (curah hujan amat jauh di bawah
normal).
b. Kekeringan Hidrologis
Kekeringan ini berkaitan dengan berkurangnya pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan hidrologis diukur dari ketinggian muka air waduk, danau dan air tanah. Ada jarak waktu antara berkurangnya curah hujan dengan berkurangnya ketinggian muka air sungai, danau dan air tanah, sehingga kekeringan hidrologis bukan merupakan gejala awal terjadinya kekeringan. Intensitas kekeringan berdasarkan definisi hidrologis adalah sebagai berikut:
·
kering: apabila debit sungai
mencapai periode ulang aliran di bawah periode 5 tahunan
·
sangat kering : apabila debit air
sungai mencapai periode ulang aliran jauh di bawah periode 25 tahunan
·
amat sangat kering : apabila
debit air sungai mencapai periode ulang aliran amat jauh di bawah periode 50
tahunan
c. Kekeringan Pertanian
Kekeringan ini berhubungan dengan berkurangnya kandungan air dalam tanah (lengas tanah) sehingga tak mampu lagi memenuhi kebutuhan air bagi tanaman pada suatu periode tertentu. Kekeringan pertanian ini terjadi setelah terjadinya gejala kekeringan meteorologis. Intensitas kekeringan berdasarkan definisi pertanian adalah sebagai berikut:
·
kering : apabila 1/4 daun kering
dimulai pada ujung daun (terkena ringan s/d sedang)
·
sangat kering : apabila 1/4-2/3
daun kering dimulai pada bagian ujung daun (terkena berat)
·
amat sangat kering: apabila
seluruh daun kering (puso)
d. Kekeringan Sosial Ekonomi
Kekeringan ini terjadi berhubungan dengan berkurangnya pasokan komoditi yang bernilai ekonomi dari kebutuhan normal sebagai akibat dari terjadinya kekringan meteorologis, pertanian dan hidrologis. Intensitas kekeringan sosial ekonomi dapat dilihat dari ketersediaan air minum atau air bersih sebagai berikut :
e. Kekeringan Antropogenik
Kekeringan ini terjadi karena ketidaktaatan pada aturan yang disebabkan: kebutuhan air lebih besar dari pasokan yang direncanakan sebagai akibat ketidaktaatan pengguna terhadap pola tanam/pola penggunaan air, dan kerusakan kawasan tangkapan air, sumber air sebagai akibat dari perbuatan manusia. Intensitas kekeringan akibat ulah manusia terjadi apabila:
· Rawan: apabila penutupan tajuk 40%-50%
· Sangat rawan: apabila penutupan tajuk 20%-40%
· Amat sangat rawan: apabila penutupan tajuk di DAS di bawah 20%.
Batasan tentang kekeringan bisa bermacam-macam tergantung dari cara
meninjaunya. Ditinjau dari Agroklimatologi yaitu keadaan tanah dimana tanah tak
mampu lagi memenuhi kebutuhan air untuk kehidupan tanaman khususnya tanaman
pangan. Ada tiga faktor yang sangat mempengaruhi kekeringan ini yaitu tanaman,
tanah dan air.
Tanaman khususnya tanaman pangan mempunyai kebutuhan air yang berbeda-beda, baik keseluruhan maupun jumlah kebutuhan pada setiap tahap pertumbuhannya. Tanaman padi misalnya, memerlukan cukup banyak air selama pertumbuhannya. Sedangkan tanaman kedelai termasuk tanaman yang relatif tahan terhadap kekeringan. Namun demikian kedelai mempunyai periode yang riskan terhadap kekurangan air yaitu pada periode perkecambahan dan periode pembentukan biji. Kepekaan tiap tanaman terhadap kekurangan air berbeda dari satu tanaman ke tanaman lainnya dan dari satu tahapan pertumbuhan tanaman ke tahap lainnya dalam satu jenis tanaman.
Tanah merupakan faktor yang menentukan pula kemungkinan terjadinya kekeringan. Besar kecilnya kemampuan tanah untuk menyimpan lengas menentukan besar kecilnya kemungkinan terjadinya kekeringan. Perbedaan fisik tanah juga akan menentukan cepat lambatnya atau besar kecilnya kemungkinan tanaman mengalami kekeringan.
Air untuk daerah tadah hujan diperoleh dari air hujan. Ciri atau sifat hujan di suatu daerah menentukan kemungkinan terjadi atau tidaknya kekeringan di daerah itu. Perubahan yang tak beraturan dari waktu ke waktu adalah tantangan yang besar dalam memprakirakan kebutuhan air tanaman. Jumlah hujan yang besar dan terbagi rata tak akan dirasakan sebagai penyebab kekeringan. Apabila curah hujan tak merata dan menyimpang dari kebiasaan itulah yang akan menyebabkan kekeringan.
Selain tiga faktor tersebut, ada beberapa hal lain yang bisa menyebabkan tanaman kekeringan yaitu:
1.
Petani tak memperhatikan pola
tanam, artinya petani menanam padi semaunya dan kapan saja.
2.
Terjadinya perubahan iklim.
Misalnya awal musim hujan terjadi lebih lambat atau lebih awal atau musim
kemarau yang terjadi lebih awal, sehingga kebutuhan air untuk tanaman tak
mencukupi.
3.
Terjadi kerusakan jaringan
pengairan.
4.
Keadaan ekstrim.
B.
Penyebab Terjadinya Bencana
Kekeringan
Selain karena etika alam musim kemarau, Penyebab
parahnya dampak kekeringan patut kita periksa secara seksama,cermat dan
mendalam. Patologi kekeringan memiliki kaitan erat dengan dimensi alam
(buatan), perilaku manusia, sosial budaya masyarakat dan dimensi kebijakan
negara dalam mengelola alam sebagai sumber kehidupan.
Ø
Dari
dimensi alam, penyebab kekeringan yang semakin parah adalah layanan alam
seperti hutan, kawasan hijau yang berfungsi lindung dan konservasi semakin
berkurang serta laju konversi lahan lindung menjadi lahan budidaya yang semakin
merebak. Degradasi alam secara terus menerus membawa pada situasi siklus
hidrologi air yang tidak seimbang serta kemampuan daya dukung alam pun semakin
berkurang. Bisa jadi, situasi ini dipengarahi oleh perubahan iklim dalam skala
global.
Ø
Dari
dimensi perilaku manusia, kekeringan disebabkan oleh etika manusia merawat alam
semakin berkurang seperti merawat sumber-sumber air seperti mata air, kolam
ataupun danau. Perilaku menanam tegakan pohon di hutan dan lahan milik yang
kurang juga bisa berpengaruh, termasuk perilaku manusia melakukan alih fungsi
lahan pada lahan-lahan konservasi atau lindung.
Ø
Kebijakan
negara pun merupakan faktor determinan yang berdampak pada terjadinya degradasi
layanan alam. Serangkaian instrumen kebijakan negara di semua level
pemerintahan, telah melegalisasi dan meligitimasi kuasa negara atas ruang dan
wilayah di muka dan dalam tanah atas
nama kepentingan pembangunan. Perubahan, pemanfaatan, peruntukan dan penggunaan
kawasan dan luar kawasan diatur oleh kebijakan negara. Kebijakan rencana tata
ruang wilayah (RTRW) skala nasional, propinsi dan kabupaten/kota menjadi faktor
utama yang berpengaruh pada daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup. Alih
fungsi dan peruntukan dan pemanfaatan alam di dalam bumi dan dipermukaan bumi
dilegitimasi kebijakan. Sementara, instrumen kebijakan perlindungan lingkungan
hidup tidak pernah dibuat dan dijalankan negara. Pada situasi ini, kebijakan
negara turut melegitimasi terjadinya bencana kekeringan.
C.
Dampak dari Kekeringan
Adapun dampak yang ditimbulkan
akibat terjadinya kekeringan adalah sebagai berikut :
Ø
Kekeringan Meteorologis, berkaitan dengan tingkat
curah hujan di bawah Normal dalam
satu musim. Pengukuran kekeringan meteorologis
merupakan indikasi pertama
adanya kekeringan.
Ø
Kekeringan Hidrologis, berkaitan dengan kekurangan
pasokan air permukaan
dan air tanah.
Kekeringan ini diukur
berdasarkan elevasi muka
air sungai, waduk, danau,
dan elevasi muka
air tanah. Terdapat
tenggang waktu mulai
berkurangnya hujan sampai menurunnya
elevasi muka air
sungai, waduk, danau,
dan elevasi muka air
tanah. Kekeringan hidrologis
bukan merupakan indikasi
awal adanya kekeringan.
Ø
Kekeringan Pertanian, berhubungan dengan kekurangan
lengas tanah (kandungan
air dalam tanah), sehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan
tanaman tertentu pada
periode waktu tertentu
pada wilayah yang
luas. Kekeringan pertanian
ini terjadi setelah
gejala kekeringan meteorology.
Ø
Kekeringan Sosial
Ekonomi, berkaitan dengan
kekeringan yang memberi dampak terhadap
kehidupan sosial ekonomi, seperti: rusaknya tanaman, peternakan, perikanan, berkurangnya
tenaga listrik dari
tenaga air, terganggunya kelancaran
transportasi air, dan menurunnya
pasokan air baku untuk industri
domestik dan perkotaan.
Ø
Kekeringan Hidrotopografi, berkaitan dengan perubahan tinggi muka air
sungai antara musim hujan dan musim kering dan topografi lahan akibat
ulah manusia.
Ø
Kekeringan tidak taat aturan, terjadi karena:
·
Kebutuhan air lebih besar dari
pada pasokan yang direncanakan akibat
ketidaktaatan pengguna terhadap pola tanam atau pola penggunaan air.
·
Kerusakan kawasan tangkapan air dan sumber-sumber air akibat perbuatan manusia.
Berdasarkan klasifikasi kekeringan tersebut, maka prioritas penanggulangan bencana kekeringan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing daerah. Khusus untuk kekeringan yang disebabkan oleh ketidaktaatan para pengguna air dan pengelola prasarana air, diperlukan komitmen dari semua pihak untuk melaksanakan kesepakatan yang sudah ditetapkan. Kepada masyarakat perlu dilakukan sosialisasi yang lebih intensif, sehingga memahami dan melaksanakan pola pengguna air sesuai peraturan/ketetapan.
D.
Cara Mengatasi Kekeringan
Negara kita Indonesia memiliki dua jenis musim. Yakni musim hujan dan musim kemarau. Seringkali setiap tahunnya, Indonesia mengalami kondisi dimana musim kemarau lebih panjang dari biasanya. Hal ini mengakibatkan terjadinya kekeringan di beberapa daerah.
Kejadian ini terus berulang dan berulang. Banyak pihak yang dirugikan oleh kondisi kemarau panjang yang mengakibatkan kekeringan. Salah satunya
adalah petani yang tanamannya terancam gagal panen karena
kekeringan. Selain itu, kekeringan juga menyebabkan air bersih menjadi langka
dan mahal dibeberapa tempat. Mengingat kondisi yang hampir selalu terjadi setiap tahunnya ini, diperlukan cara mengatasi kekeringan yang setidaknya
dapat menangani dan membantu kita melewati kondisi yang satu ini.
Ø
Cara
mengatasi dengan embung
Cara mengatasi kekeringan yang
dapat dilakukan salah satunya adalah dengan membuat embung alias penampung air hujan. Nantinya, embung ini dapat digunakan sebagai persediaan air ketika musim kemarau panjang tiba.
Embung ini dapat membantu untuk mengairi tanaman-tanaman yang ‘terjebak’
ketika musim kemarau tiba, sehingga tanaman-tanaman
tersebut tidak akan mati karena kekurangan air. Cara
ini cukup efektif dan dapat digunakan
oleh para petani, mengingat seringnya terjadi gagal panen karena kemarau panjang
yang menyebabkan kekeringan.
Pertimbangkanlah seberapa banyak
air yang akan dibutuhkan ketika membuat
embung. Semakin besar embung yang dibuat
maka akan semakin banyak pula air yang tertampung, maka akan semakin banyak pula lahan dan tanaman yang dapat diairi.
Ø
Cara
mengatasi kekeringan dengan memelihara waduk
Selanjutnya, ketika musim kemarau banyak sumber air yang mengalami kekeringan misalnya waduk. Untuk mengatasi hal tersebut maka cara mengatasi kekeringan
yang dapat dilakukan adalah dengan mencegah waduk mengalami pendangkalan.
Pasalnya, jika terjadi pendangkalan maka kapasitas air dalam waduk akan
berkurang dan menyebabkan waduk menjadi
cepat kering ketika musim kemarau tiba. Penyebab dari pendangkalan ini adalah karena adanya sedimentasi butiran tanah yang
dibawa oleh aliran sungai dari daerah hulu akibat dari rusaknya ekosistem hulu. Untuk
menghindari pendangkalan waduk ini, maka perlu dilakukan pengerukan agar waduk
menjadi lebih dalam lagi. Dengan begitu, waduk pun mampu
menampung air lebih banyak lagi.
Ø
Cara mengatasi
kekeringan dengan penghijauan
Jangan lupa juga untuk selalu
melakukan penghijauan. Ini merupakan cara mengatasi
kekeringan yang paling klasik tapi tidak boleh dilewatkan. Penghijauan
sebaiknya dilakukan di daerah hulu disertai dengan pengurangan konversi lahan di daerah hulu. Konversi
lahan ini mampu mengurangi kemampuan lahan dalam menyerap air hujan. Penghijauan ini nantinya bisa mengurangi terjadinya sedimentasi sehingga
tidak akan terjadi pendangkalan waduk. Tanaman yang ditanam pada lahan-lahan kosong mampu
menjaga butiran tanah ketika hujan tiba. Tanaman yang rapat juga berfungsi untuk meningkatkan kemampuan tanah dalam menyerap air hujan, mengurangi
aliran permukaan dan penguapan sehingga akhirnya air tanah akan tersedia lebih lama.
Ø
Terakhir, sebaiknya berikan
peringatan kepada masyarakat bahwa akan terjadi kekeringan. Dengan begitu
masyarakat dapat bersiap-siap untuk mencari cara mengatasi kekeringan yang
dapat membantu mereka. Peringatan ini sangat penting
untuk dilakukan. Terutama bagi para petani. Sehingga mereka dapat mempertimbangkan kapan saat yang pas untuk menanam, sehingga tidak
akan terjadi gagal panen karena kekeringan. Selain itu, pemerintah seharusnya
bisa membantu masyarakat dengan memberikan pompa air. Pompa air sangat penting karena dapat membantu pengadaan air untuk irigasi
ketika pasokan air yang dibutuhkan kurang atau tidak mencukupi. Nantinya dengan pompa air tersebut, petani dapat mengatasi
kelangkaan air dengan memompa air dari sungai atau sumber-sumber air sekitar.
2.3
Bencana
Tsunami


A.
Definisi
Tsunami
Tsunami (bahasa Jepang; tsu = pelabuhan, nami = gelombang, secara
harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan
air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan
tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi
yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah
laut, atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala
arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap
fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat
dengan kecepatan 500-1000 Km/jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang.
Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju
gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika
mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30-50
Km/jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter.
Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir
pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan
karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.
Kata tsunami berasal dari bahasa jepang, tsu berarti pelabuhan, dan nami
berarti gelombang. Tsunami sering terjadi Jepang. Sejarah Jepang mencatat
setidaknya 195 tsunami telah terjadi.
Pada beberapa kesempatan, tsunami disamakan dengan gelombang
pasang. Dalam tahun-tahun terakhir, persepsi ini telah dinyatakan tidak sesuai
lagi, terutama dalam komunitas peneliti, karena gelombang pasang tidak ada
hubungannya dengan tsunami. Persepsi ini dahulu populer karena penampakan
tsunami yang menyerupai gelombang pasang yang tinggi. Tsunami dan gelombang
pasang sama-sama menghasilkan gelombang air yang bergerak ke daratan, namun
dalam kejadian tsunami, gerakan gelombang jauh lebih besar dan lebih lama,
sehingga memberikan kesan seperti gelombang pasang yang sangat tinggi. Meskipun
pengartian yang menyamakan dengan "pasang-surut" meliputi
"kemiripan" atau "memilikikesamaan karakter" dengan
gelombang pasang, pengertian ini tidak lagi tepat. Tsunami tidak hanya terbatas
pada pelabuhan. Karenanya para geologis dan oseanografis sangat tidak
merekomendasikan untuk menggunakan istilah ini.
B.
Penyebab
Terjadinya Tsunami
Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan
perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor
maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi
bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung
meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut
naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang
berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut,
yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan
terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana
gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan Km/jam. Bila
tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi ± 50 km/jam dan energinya
sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang
tsunami hanya beberapa Cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai
tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan massa
air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis
pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa
kilometer.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar.
Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera
menelusup ke bawah lempeng benua.
Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api
juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami.
Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut
naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya
terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari
atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi
megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.
Gempa yang menyebabkan tsunami :
Ø Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 - 30 Km)
Ø Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter
Ø Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun
C.
Dampak
Tsunami


Bencana alam tsunami merupakan momok yang menakutkan bagi siapapun,
terutama bagi mereka yang menetap di wilayah yang berbatasan dengan laut dan
rawan gempa, seperti Indonesia dan Jepang misalnya. Kedua Negara ini, jika
dihitung, sudah berkali-kali diterjang dahsyatnya gelombang tsunami yang
umumnya disebabkan pergeseran lempeng dalam perut bumi yang berada tepat di
bawah air laut. Dampak tsunami ini sungguh luar biasa sehingga meninggalkan
trauma bagi masyarakat yang tinggal di wilayah bekas tsunami. Dan trauma ini
hidup di tengah-tengah masyarakat yang mencoba untuk pulih.

Seperti kita
ketahui, gelombang tsunami yang naik ke daratan akan menyapu apa saja yang ia
lalui. Besarnya tekanan yang ia bawa mampu menekan, menerjang dan merusak
berbagai ekosistem di daratan. Dampak yang ditinggalkan kurang lebih sama
seperti bencana alam lainnya. Kehidupan yang dinamis dalam suatu ekologi akan
terputus mata rantainya sebab manusia, tumbuhan dan hewan yang tersapu
gelombang tersebut akan terganggu kehidupannya bahkan tak sedikit yang
kehilangan nyawa. Rusaknya berbagai mata rantai ekosistem ini tentu akan
berpengaruh banyak pada kehidupan manusia dari berbagai aspek, baik itu
ekonomi, sosial maupun budaya.
Ø Dampak Buruk Bagi Kehidupan Sosial Masyarakat
Pasca tsunami,
sendi-sendi ekonomi masyarakat akan lumpuh. Aktifitas jual dan beli masyarakat
menjadi lemah. Dampak tsunami dalam lingkup ekonomi ini cukup sulit dipulihkan
meskipun bangunan fisik sebagai infrastruktur kegiatan masyarakat sudah pulih.
Hal lain yang
dirusak bencana tsunami adalah kehidupan sosial masyarakat. Tak bisa
dipungkiri, banyak yang kehilangan keluarganya pada bencana tersebut. Anak-anak
kehilangan orang tua demikian sebaliknya. Hal ini tentu akan menciptakan
dinamika sosial dimana kehidupan sosial masyarakat akan terganggu. Sekalipun
kehidupan sosial ini pulih setelah beberapa waktu, namun trauma yang dirasakan
masyarakat setempat tentu akan sukar hilang.
Kehidupan
sosial yang chaos tersebut kemudian berimbas pada wilayah lain seperti
kehidupan berbudaya, pendidikan dan lain-lain. Pasca tsunami, kegiatan
pendidikan juga seni akan terganggu sebab sarana fisik rusak. Hal ini menjadi
pekerjaan rumah tersendiri bagi Negara untuk memulihkan sendi-sendi kehidupan
masyarakat yang terkena tsunami. Hal ini tak mudah, membutuhkan energi, waktu
dan biaya yang tak sedikit.
Oleh karena
penyebab bencana tsunami murni alam, maka langkah pencegahan yang bisa
dilakukan hanyalah dengan mempersiapkan masyarakat agar lebih waspada dan
siaga. Untuk mendukung program ini, pemerintah menggerakkan semua pemangku
kebijakan di segala sektor. Indonesia jauh tertinggal dari Jepang dalam
menghadapi tsunami. Sehingga dampak tsunami di Indonesia jauh lebih dramatis.
Namun hal tersebut disebabkan beberapa faktor salah satunya adalah perbedaan
kondisi perekonomian kedua Negara. Meski demikian, Indonesia tetap harus
berguru pada Jepang, negeri yang dilanda gempa sepanjang tahun ini memang mampu
menangani bencana dengan langkah yang lebih taktis.
D.
Tanda-tanda
dan Peringatan dini Tsunami
Banyak kota-kota di sekitar Pasifik, terutama di Jepang dan juga
Hawai, mempunyai sistem peringatan tsunami dan prosedur evakuasi untuk
menangani kejadian tsunami. Bencana tsunami dapat diprediksi oleh berbagai
institusi seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami
dapat dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar atau permukaan laut yang
terknoneksi dengan satelit.
Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama dengan perangkat yang
mengapung di laut buoy, dapat digunakan untuk mendeteksi gelombang yang tidak
dapat dilihat oleh pengamat manusia pada laut dalam. Sistem sederhana yang
pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan awal akan terjadinya tsunami
pernah dicoba di Hawai pada tahun 1920-an. Kemudian, sistem yang lebih canggih
dikembangkan lagi setelah terjadinya tsunami besar pada tanggal 1 April 1946
dan 23 Mei 1960. Amerika serikat membuat Pasific Tsunami Warning Center pada
tahun 1949, dan menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan internasional
pada tahun 1965.
Salah satu sistem untuk menyediakan peringatan dini tsunami, CREST
Project, dipasang di pantai Barat Amerika Serikat, Alaska, dan Hawai oleh USGS,
NOAA, dan Pacific Northwest Seismograph Network, serta oleh tiga jaringan
seismik universitas.
Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah cukup berkembang, meskipun
proses terjadinya masih banyak yang belum diketahui dengan pasti. Episenter
dari sebuah gempa bawah laut dan kemungkinan kejadian tsunami dapat cepat
dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah berhasil memperkirakan seberapa
besar tinggi gelombang tsunami di daerah sumber, kecepatan penjalarannya dan
waktu sampai di pantai, berapa ketinggian tsunami di pantai dan seberapa jauh
rendaman yang mungkin terjadi di daratan. Walaupun begitu, karena faktor
alamiah, seperti kompleksitas topografi dan batimetri sekitar pantai dan adanya
corak ragam tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan, dll), perkiraan waktu
kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami masih belum bisa dimodelkan
secara akurat. Pemerintah Indonesia, dengan bantuan negara-negara donor, telah
mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesian Tsunami
Early Warning System - InaTEWS). Sistem ini berpusat pada Badan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika (BMKG) di Jakarta. Sistem ini memungkinkan BMKG mengirimkan
peringatan tsunami jika terjadi gempa yang berpotensi mengakibatkan tsunami.
Sistem yang ada sekarang ini sedang disempurnakan. Kedepannya, sistem ini akan
dapat mengeluarkan 3 tingkat peringatan, sesuai dengan hasil perhitungan Sistem
Pendukung Pengambilan Keputusan (Decision Support System - DSS).
Pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan banyak
pihak, baik instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga internasional,
lembaga non-pemerintah. Koordinator dari pihak Indonesia adalah Kementrian
Negara Riset dan Teknologi (RISTEK). Sedangkan instansi yang ditunjuk dan
bertanggung jawab untuk mengeluarkan INFO GEMPA dan PERINGATAN TSUNAMI adalah
BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika). Sistem ini didesain untuk
dapat mengeluarkan peringatan tsunami dalam waktu paling lama 5 menit setelah
gempa terjadi. Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah merupakan rangkaian
sistem kerja yang rumit dan melibatkan banyak pihak secara internasional,
regional, nasional, daerah dan bermuara di Masyarakat.
Apabila terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut dicatat oleh
alat Seismograf (pencatat gempa). Informasi gempa (kekuatan, lokasi, waktu
kejadian) dikirimkan melalui satelit ke BMKG Jakarta. Selanjutnya BMG akan
mengeluarkan INFO GEMPA yang disampaikan melalui peralatan teknis secara
simultan. Data gempa dimasukkan dalam DSS untuk memperhitungkan apakah gempa
tersebut berpotensi menimbulkan tsunami. Perhitungan dilakukan berdasarkan
jutaan skenario modelling yang sudah dibuat terlebih dahulu. Kemudian, BMKG
dapat mengeluarkan INFO PERINGATAN TSUNAMI. Data gempa ini juga akan
diintegrasikan dengan data dari peralatan sistem peringatan dini lainnya (GPS,
BUOY, OBU, Tide Gauge) untuk memberikan konfirmasi apakah gelombang tsunami
benar-benar sudah terbentuk. Informasi ini juga diteruskan oleh BMKG. BMKG
menyampaikan info peringatan tsunami melalui beberapa institusi perantara, yang
meliputi (Pemerintah Daerah dan Media). Institusi perantara inilah yang
meneruskan informasi peringatan kepada masyarakat. BMKG juga menyampaikan info
peringatan melalui SMS ke pengguna ponsel yang sudah terdaftar dalam database
BMKG. Cara penyampaian Info Gempa tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS,
Facsimile, Telepon, Email, RANET (Radio Internet), FM RDS (Radio yang mempunyai
fasilitas RDS/Radio Data System) dan melalui Website BMG (www.bmg.go.id).
Pengalaman serta banyak kejadian dilapangan membuktikan bahwa
meskipun banyak peralatan canggih yang digunakan, tetapi alat yang paling
efektif hingga saat ini untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah RADIO. Oleh
sebab itu, kepada masyarakat yang tinggal didaerah rawan Tsunami diminta untuk
selalu siaga mempersiapkan RADIO FM untuk mendengarkan berita peringatan dini
Tsunami. Alat lainnya yang juga dikenal ampuh adalah Radio Komunikasi Antar
Penduduk. Organisasi yang mengurusnya adalah RAPI (Radio Antar Penduduk
Indonesia). Mengapa Radio ? jawabannya sederhana, karena ketika gempa
seringkali mati lampu tidak ada listrik. Radio dapat beroperasi dengan baterai.
Selain itu karena ukurannya kecil, dapat dibawa-bawa (mobile). Radius
komunikasinyapun relatif cukup memadai.
Sistem Peringatan Dini memiliki 4 komponen: Pengetahuan mengenai
Bahaya dan Resiko, Peramalan, Peringatan, dan Reaksi. Observasi (Monitoring
gempa dan permukaan laut), Integrasi dan Diseminasi Informasi, Kesiapsiagaan.
E.
Upaya
atau Usaha Penanggulangan Bencana Tsunami
1.
Peningkatan
kewaspadaaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami.
2.
Pendidikan
kepada masyarakat terutama yang tinggal di daerah pantai tentang bahaya
tsunami.
3.
Pembangunan
Tsunami Early Warning System (Sistem Peringatan Dini Tsunami).
4.
Pembangunan
tembok penahan tsunami pada garis pantai yang beresiko.
5.
Penanaman
mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai untuk meredam gaya air
tsunami.
6.
Pembangunan
tempat-tempat evakuasi yang aman disekitar daerah pemukiman yang cukup tinggi
dan mudah dilalui untuk menghindari ketinggian tsunami.
7.
Peningkatan
pengetahuan masyarakat lokal khususnya yang tinggal di pinggir pantai tentang
pengenalan tanda-tanda tsunami cara-cara penyelamatan diri terhadap bahaya
tsunami.
8.
Pembangunan
rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.
9.
Mengenali
karakteristik dan tanda-tanda bahaya tsunami.
10.
Memahami
cara penyelamatan jika terlihat tanda-tanda akan terjadi tsunami.
11.
Meningkatkan
kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi tsunami.
12.
Melaporkan
secepatnya jika mengetahui tanda-tanda akan terjadinyan tsunami kepada petugas
yang berwenang : Kepala Desa, Polisi, Stasiun Radio, SATLAK PB maupun institusi
terkait.
13.
Melengkapi
diri dengan alat komunikasi.
Apabila Terjadi Tsunami Dalam menyelamatkan diri dari tsunami kita
berpacu dengan waktu. Kecepatan tsunami dapat mencapai 100 Km sehingga kita tidak
akan sempat lari bila tsunami sudah terlihat. Ada kalanya tsunami tiba sebelum
peringatan kita terima. Kenalilah dengan baik tanda-tanda akan datangnya
tsunami yaitu sebagai berikut.
a. Air laut yang surut secara tiba-tiba.
b. Terciumnya bau garam atau bau amis yang menyengat secara
tiba-tiba.
c. Munculnya buih-buih air yang sangat banyak secara tiba-tiba.
d.
Terdengar suara ledakan keras seperti suara pesawat jet atau pesawat atau suara
ledakan bom runtuh.
e. Terlihat gelombang hitam tebal memanjang di garis cakrawala.
Jika anda melihat salah satu atau beberapa dari tanda tersebut
lakukanlah hal-hal sebagai berikut:
a.
Apabila anda berada di atas kapal di tengah laut, segera pacu kapal anda kearah
laut yang lebih dalam.
b.
Dan apabila anda sedang berada di pantai atau dekat pantai, segera panjat bangunan
atau pohon yang tinggi. Pada saat berlindung ingatlah untuk mencari tempat yang
lebih tinggi dan bukan yang lebih jauh. Ingat waktu kita untuk berlari dari
kejaran gelombang tsunami hanya kurang dari 20 menit.
c. Bila tsunami datang dengan cepat sehingga tidak sempat untuk
berlindung, usahakan untuk berlari ke bangunan yang kuat dengan ketinggian
lebih dari 3 lantai.
d.
Jangan lengah meskipun guncangan kecil. Getaran gempa yang dapat kita rasakan berbeda
antar getaran seismik dengan magnitude (skala richter). Meskipun getaran yang dirasakan
kecil, tapi tidak menjamin tsunami yang terjadi akan kecil pula. Bila getaran
lemah dalam waktu yang panjang, jangan lengah dan segeralah berlindung.
e.
Jangan sekali-kali mendekat ke arah pantai sampai peringatan bahaya dicabut. Sering
kali tsunami datang dalam 2 atau 3 gelombang dan ada kalanya yang ke-2 dan ke-3
lebih besar dari yang pertama. Jangan lengah setelah gelombang pertama.
f.
Mencari informasi yang tepat dan benar melalui radio, televisi dan sebagainya. Yang
paling penting adalah tetap bersikap tenang.
2.4
Global
Warming

A.
Pengertian
Global Warming
Pemanasan
global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata
atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Suhu
rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ±
0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu
rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1]
melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya
30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari
negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak
setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan
global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990
dan 2100. Perbedaan angka
perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai
emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang,
serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian
besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka
air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun
walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya
suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti
naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang
ekstrem, serta perubahan jumlah
dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah
terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis
hewan.
B.
Penyebab
Global Warming
Adapun
penyebab global warming adalah sebagai berikut :
1.
Emisi
karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil pembangkit listrik
Penggunaan
listrik yang semakin meningkat yang dipasok dari pembangkit listrik berbahan
bakar batubara batubara yang melepaskan sejumlah besar karbon dioksida ke
atmosfer. 40% emisi CO2 dihasilkan oleh produksi listrik AS, dan 93% diantaranya berasal dari emisi
pembakaran batubara pada industri utilitas. Setiap hari, pasar semakin
banyak dibanjiri gadget penggunaannya membutuhkan daya listrik, padahal tidak
didukung oleh energi alternatif. Dengan demikian kita akan semakintergantung
pada pembakaran batu bara untuk memasok kebutuhan listrik di seluruh dunia.
2. Emisi karbon dioksida dari pembakaran bensin
pada kendaraan
Kendaraan yang kita pakai adalah sumber penghasil emisi sekitar 33% yang berdampak terhadap pemanasan global. Dengan pertambahan jumlah penduduk yang tumbuh pada tingkat yang mengkhawatirkan, tentu saja akan meningkatkan permintaan akan kendaraan yang lebih banyak lagi, yang berarti penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi dan pabrik yang semakin besar. Konsumsi terhadap bahan bakar fosil jauh melampaui penemuan terhadap cara untuk mengurangi dampak emisi. Sudah saatnya kita meninggalkan budaya konsumtif.
3.
Emisi
metana dari peternakan dan dasar laut Kutub Utara
Metana merupakan gas rumah kaca yang
sangat kuat setelah CO2. Bila bahan organik diurai oleh bakteri pada
kondisi kekurangan oksigen (dekomposisi anaerobik) maka metana akan dihasilkan.
Proses ini juga terjadi pada usus
hewan herbivora, dan dengan meningkatnya jumlah produksi ternak terkonsentrasi,
tingkat metana yang dilepaskan ke atmosfer akan meningkat. Sumber metana
lainnya adalah metana klatrat, suatu senyawa yang mengandung sejumlah
besar metana yang terperangkap dalam struktur bongkahan es. Apabila metana
keluar dari dasar laut Kutub Utara, maka tingkat pemanasan global akan
meningkat secara signifikan.
4.
Deforestasi,
terutama hutan tropis untuk kayu, pulp, dan lahan pertanian 
Penggunaan hutan untuk bahan bakar (baik kayu dan arang) merupakan salah satu penyebab deforestasi. Di seluruh dunia pemakaian produk kayu dan kertas semakin meningkat, kebutuhan akan lahan ternak semakin meningkat untuk pemasok daging dan susu, dan penggunaan lahan hutan tropis untuk komoditas seperti perkebunan kelapa sawit menjadi penyebab utama terhadap deforestasi dunia. Penebangan hutan akan mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfir.

Penggunaan hutan untuk bahan bakar (baik kayu dan arang) merupakan salah satu penyebab deforestasi. Di seluruh dunia pemakaian produk kayu dan kertas semakin meningkat, kebutuhan akan lahan ternak semakin meningkat untuk pemasok daging dan susu, dan penggunaan lahan hutan tropis untuk komoditas seperti perkebunan kelapa sawit menjadi penyebab utama terhadap deforestasi dunia. Penebangan hutan akan mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfir.
5.
Peningkatan
penggunaan pupuk kimia pada lahan pertanian

Pada pertengahan abad ke-20, penggunaan pupuk kimia (yang sebelumnya penggunaan pupuk kandang) telah meningkat secara dramatis. Tingginya tingkat penggunaan pupuk yang kaya nitrogen memiliki efek pada penyimpanan panas dari lahan pertanian (oksida nitrogen memiliki kapasitas 300 kali lebih panas- per unit volume dari karbon dioksida) dan kelebihan limpasan pupuk menciptakan 'zona-mati 'di laut. Selain efek ini, tingkat nitrat yang tinggi dalam air tanah karena pemupukan yang berlebihan berdampak terhadap kesehatan manusia yang cukup memprihatinkan.
C. Dampak
dari Global Warming
Adapun dampak positif dan negatif dari
global warming adalah sebagai berikut :
Ø
Dampak Positif :
1.
Potensi yang lebih tinggi pada hasil
pertanian di daerah yang terletak pada posisi lintang tengah.
2.
Potensi penambahan kayu global pada
hutan yang dikelola dengan baik dan benar.
3.
Peningkatan ketersediaan air untuk populasi
pada beberapa wilayah yang relatif kering, sebagai contoh di sebagian wilayah
Asia Tenggara.
4.
Pengurangan angka kematian pada
musim dingin pada bumi di belahan lintang tengah dan lintang tinggi.
5.
Pengurangan permintaan energi untuk
pemanas ruangan akibat suhu udara pada musim dingin tidak terlalu dingin.
Ø
Dampak
Negatif :
1.
Kenaikan
permukaan air laut di seluruh dunia
Para ilmuwan memprediksi kenaikan permukaan air laut
di seluruh dunia karena mencairnya dua lapisan es raksasa di Antartika dan Greenland,
terutama di pantai timur AS. Namun, banyak negara di seluruh dunia akan
mengalami dampak naiknya permukaan air laut, yang bisa memaksa jutaan orang
untuk mencari pemukiman baru. Maladewa adalah salah satu negara yang perlu
mencari rumah baru akibat naiknya permukaan laut.
2.
Korban
akibat topan badai yang semakin meningkat
Tingkat
keparahan badai seperti angin topan dan badai semakin meningkat, dan penelitian
yang dipublikasikan dalam Nature mengatakan:"Para ilmuwan
menunjukkan bukti yang kuat bahwa pemanasan global secara signifikan akan
meningkatkan intensitas badai yang paling ekstrim di seluruh dunia. Kecepatan
angin maksimum dari siklon tropis terkuat meningkat secara signifikan sejak tahun
1981.Hal tersebut diperkirakan didorong oleh suhu air laut yang semakin
meningkat, tidak mungkin mengalami penurunan dalam waktu dekat. "
3.
Gagal
panen besar-besaran
Menurut
penelitian terbaru, sekitar 3 miliar orang di seluruh dunia harus memilih untuk
pindah ke wilayah beriklim sedang karena kemungkinan adanya ancaman
kelaparan akibat perubahan iklim dalam 100 tahun.
“Perubahan
iklim ini diramalkan memiliki dampak yang paling parah pada pasokan air.” "Kekurangan
air di masa depan kemungkinan akan mengancam produksi pangan, mengurangi
sanitasi, menghambat pembangunan ekonomi dan kerusakan ekosistem. Hal ini
menyebabkan perubahan suasana lebih ekstrim antara banjir dan kekeringan."
Menurut Guardian, pemanasan global menyebabkan 300.000 kematian per tahun.
4.
Kepunahan
sejumlah besar spesies


Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Nature, peningkatan suhu dapat menyebabkan kepunahan lebih dari satu juta spesies. Dan karena kita tidak bisa hidup sendirian tanpa ragam populasi spesies di Bumi, ini akan membawa dampak buruk bagi manusia.
"Perubahan
iklim sekarang ini setidaknya sama besarnya dengan ancaman terhadap jumlah
spesies yang masih hidup di Bumi akibat penghancuran dan perubahan
habitat." Demikian pendapat Chris Thomas, konservasi biologi dari
University of Leeds.
D.
Cara
Mengatasi Global Warming
Adapun upaya
untuk mengatasi global warming adalah dengan melakukan pencegahan sebagai
berikut :
1.
Awasi
penebangan hutan sembarangan
Di Indonesia ini khususnya, ada pihak pihak kurang bertanggung
jawab yang melakukan penebangan hutan secara sembarangan untuk kepentingan
sendiri. Hal ini sebaiknya diawasi oleh lembaga yang berwenang, agar bisa
meminimalisir jumlahnya. Hutan yang ditumbuhi dengan pepohonan yang lebat dan
tinggi akan memberikan banyak manfaat untuk kita, seperti terhindar dari
bencana banjir dan terjadinya erosi. Selain itu, pohon adalah makhluk yang
berperan penting dalam memberikan supply oksigen bagi kita. Jika pohon
ditebang, maka kadar CO2 atau karbondioksida akan lebih mendominasi
udara kita dibandingkan dengan oksigen (02). Jika itu terjadi, maka
peningkatan suhu bumi akan terjadi dengan sangat cepat.
2.
Menanam
pohon
Pemerintah dan beberapa lembaga lingkungan perlu menggalakkan
kegiatan menanam pohon untuk kebaikan bumi kita beberapa puluh tahun ke depan.
Hal ini perlu dilakukan sejak saat ini, sebelum semuanya terlambat. Karena
proses penanaman pohon ini tidak akan langsung terasa manfaatnya dalam beberapa
tahun ke depan, melainkan beberapa puluh tahun ke depan. Jadi, tanamlah pohon
untuk generasi penerus kita.
Cara mengatasi
pemanasan global dengan merubah kebiasaan
1.
Mengurangi
pemakaian kendaraan bermotor
Kendaraan bermotor memang membuat kita hidup lebih mudah dan
praktis. Namun dari segi kesehatan dan ketahanan alam, hal ini kurang baik jika
dijadikan kebiasaan sehari hari. Oleh karena itu, mari kita mulai untuk
mengurangi pemaikaian kendaraan bermotor, dan beralih kepada sarana
transportasi yang lebih sehat seperti sepeda, atau berjalan kaki untuk menuju
tempat tempat yang dekat.
Hal buruk yang diberikan oleh kendaraan bermotor adalah polusi yang
dikeluarkannya. Output dari bahan bakar mesin tersebut adalah C02,
yang berpeluang menjadikan suhu bumi menjadi lebih mudah panas. Jadi semakin
sedikit penggunaannya, dan orang yang menggunakannya, maka semakin kecil
peluang terjadinya pemanasa global.
2.
Mengurangi penggunaan lampu di siang hari
Lampu yang terlalu lama dinyalakan, apalagi di waktu siang akan
membuat panas bumi semakin meningkat. Memang cukup sepele, tetapi jika seluruh
panas lampu dikumpulkan dari setiap penduduk bumi, maka berapa suhu panas yang
akan terkumpul.
Oleh sebab itu, mari kita biasakan menyalakan lampu secukupnya. Dan
hindari penggunaan lampu pada siang hari.
Hujan asam merupakan salah satu dampak
pemanasan global yang terjadinya dibumi ini. Fenomena ini tentu sangat
merugikan, karena hujan asam bisa menyebabkan kerusakan terhadap sarana dan
prasarana (infrastruktur) yang ada dimuka bumi. Mau tahu lebih detail mengenai
hujan asam? Simak tulisan yang satu ini mengenai proses terjadinya hujan asam serta dampaknya bagi kehidupan.
Sumber
: https://www.flickr.com/photos/powersjq/2158606501/
Pengertian Hujan Asam
Pengertian hujan asam menurut situs ensiklopedia
Wikipedia adalah hujan yang memiliki kadar keasaman dibawah 5,6 (pH dibawah
5,6), perlu diketahui bahwa hujan secara alami memiliki pH 6 atau sedikit
dibawahnya. Peristiwa hujan asam ini terjadinya dikarenakan zat belerang (sulfur)
yang ada di atmosfer yang merupakan gas yang dihasilkan dari
pembakaran bahan bakar fosil yang ada dibumi.
Proses Terjadinya Hujan Asam
Singkatnya
proses hujan asam terjadi karena gas sulfur oksida yang mayoritas dikeluarkan
dari asap-asap pabrik dan gas nitrogen oksida yang dihasilkan dari banyaknya
kendaraan bermotor berkumpul menjadi satu dan bereaksi dengan uap air yang ada
diudara. Proses reaksi ini menghasilkan asam sulfat, asam nitrit dan asam
nitrat yang berkondensasi membentuk awan yang menjadikannya huja asam.
Sebenarnya
terjadinya hujan asam secara alamiah disebabkan oleh aktivitas gunung berapi
dan proses-proses bio kimia yang terjadi dibumi ini seperi di rawa-rawa, tanah,
laut, dan dimanapun itu. Tapi saat ini terjadinya hujan asam lebih banyak
dikarenakan campur tangan manusia seperti dari industri dan kendaraan bermotor.
Gas emisi yang dihasilkan dibumi dibawa oleh angin ke atmosfer.
Hujan asam yang sering terjadi saat ini dimulai ketika terjadinya revolusi industri di eropa, sejak saat ini mulailah terlihat dampak dari hujan asam yaitu terjadinya penurunan tingkat keasaman (pH) didaerah kutub dari 6 menjadi 4,5. Tidak hanya perubahan pH saja, dampak lain yang dirasakan bagi kehidupan dikutub adalah marinya organisme-organisme kecil disana yang disebut dengan diatom.
Hujan asam yang sering terjadi saat ini dimulai ketika terjadinya revolusi industri di eropa, sejak saat ini mulailah terlihat dampak dari hujan asam yaitu terjadinya penurunan tingkat keasaman (pH) didaerah kutub dari 6 menjadi 4,5. Tidak hanya perubahan pH saja, dampak lain yang dirasakan bagi kehidupan dikutub adalah marinya organisme-organisme kecil disana yang disebut dengan diatom.
Perlu
diketahui bersama bahwa hujan asam untuk pertama kalinya ditemukan pada 1852
oleh seseorang yang bernama Robert Angus Smith di Kota Manchester. Setelah
berselang satu abad lamanya, tepatnya ditahun 1970-an, barulah ilmuwan banyak
melakukan penelitian tentang hujan asam.Sejak tahun 1990-an orang mulai peduli
dengan hujan asam yang menyebabkan kerusakan lingkungan.
Dampak Hujan Asam
Dampak Hujan Asam
Hujan asam
merupakan peristiwa alam yang sangat mengkhawatirkan bagi umat manusia, hal ini
karena hujan asam dapat berdampak merugikan bagi kehidupan dibumi. Dan inilah
beberapa dampak hujan asam bagi kehidupan dimuka bumi:
- Rusaknya
sarana prasarana (infrastruktur) dibumi.
- Menghambat
perkembangbiakan hewan-hewan laut.
- Mematikan
berbagai jenis ikan.
- Dapat
menjadi racun bagi manusia.
- Menyebabkan
kerusakan lingkungan.
No comments:
Post a Comment