Wednesday, May 13, 2015

Macam-macam Banjir

B. Macam-macam Banjir
Terdapat berbagai macam banjir yang disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
1.   Banjir air
Banjir yang satu ini adalah banjir yang sudah umum. Penyebab banjir ini adalah meluapnya air sungai, danau, atau selokan sehingga air akan meluber lalu menggenangi daratan. Umumnya banjir seperti ini disebabkan oleh hujan yang turun terus-menerus sehingga sungai atau danau tidak mampu lagi menampung air.
2. Banjir “Cileunang”
Jenis banjir yang satu ini hampir sama dengan banjir air. Namun banjir cileunang ini disebakan oleh hujan yang sangat deras dengan debit air yang sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi karena air-air hujan yang melimpah ini tidak bisa segera mengalir melalui saluran atau selokan di sekitar rumah warga. Jika banjir air dapat terjadi dalam waktu yang cukup lama, maka banjir cileunang adalah banjir dadakan (langsung terjadi saat hujan tiba).
3. Banjir bandang
Tidak hanya banjir dengan materi air, tetapi banjir yang satu ini juga mengangkut material air berupa lumpur. Banjir seperti ini jelas lebih berbahaya daripada banjir air karena seseorang tidak akan mampu berenang ditengah-tengah banjir seperti ini untuk menyelamatkan diri. Banjir bandang mampu menghanyutkan apapun, karena itu daya rusaknya sangat tinggi. Banjir ini biasa terjadi di area dekat pegunungan, dimana tanah pegunungan seolah longsor karena air hujan lalu ikut terbawa air ke daratan yang lebih rendah. Biasanya banjir bandang ini akan menghanyutkan sejumlah pohon-pohon hutan atau batu-batu berukuran besar. Material-material ini tentu dapat merusak pemukiman warga yang berada di wilayah sekitar pegunungan.
4. Banjir rob (laut pasang)
Banjir rob adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut. Banjir seperti ini kerap melanda kota Muara Baru di Jakarta. Air laut yang pasang ini umumnya akan menahan air sungan yang sudah menumpuk, akhirnya mampu menjebol tanggul dan menggenangi daratan.
5. Banjir lahar dingin
Salah satu dari macam-macam banjir adalah banjir lahar dingin. Banjir jenis ini biasanya hanya terjadi ketika erupsi gunung berapi. Erupsi ini kemudian mengeluarkan lahar dingin dari puncak gunung dan mengalir ke daratan yang ada di bawahnya. Lahar dingin ini mengakibatkan pendangkalan sungai, sehingga air sungai akan mudah meluap dan dapat meluber ke pemukiman warga.
6. Banjir lumpur
Banjir lumpur ini identik dengan peristiwa banjir Lapindo di daerah Sidoarjo. Banjir ini mirip banjir bandang, tetapi lebih disebabkan oleh keluarnya lumpur dari dalam bumi dan menggenangi daratan. Lumpur yang keluar dari dalam bumi bukan merupakan lumpur biasa, tetapi juga mengandung bahan dan gas kimia tertentu yang berbahaya. Sampai saat ini, peristiwa banjir lumpur panas di Sidoarjo belum dapat diatasi dengan baik, malah semakin banyak titik-titik semburan baru di sekitar titik semburan lumpur utama.
C. Penyebab Terjadinya Banjir
Adapun beberapa penyebab terjadinya banjir antara lain sebagai berikut :
Ø Sungai
Lama: Endapan dari hujan atau pencairan salju cepat melebihi kapasitas saluran sungai. Diakibatkan hujan deras monsun, hurikan dan depresi tropis, angin luar dan hujan panas yang mempengaruhi salju. Rintangan drainase tidak terduga seperti tanah longsores, atau puing-puing dapat mengakibatkan banjir perlahan di sebelah hulu rintangan.
Cepat: Termasuk banjir bandang akibat curah hujan konvektif (badai petir besar) atau pelepasan mendadak endapan hulu yang terbentuk di belakang bendungantanah longsor, atau gletser.
Ø Muara
Biasanya diakibatkan oleh penggabungan pasang laut yang diakibatkan angin badai. Banjir badai akibat siklon tropis atau siklon ekstra tropis masuk dalam kategori ini.
Ø Pantai
Diakibatkan badai laut besar atau bencana lain seperti tsunami atau hurikan). Banjir badai akibat siklon tropis atau siklon ekstratropismasuk dalam kategori ini.
Ø  Peristiwa Alam
Diakibatkan oleh peristiwa mendadak seperti jebolnya bendungan atau bencana lain seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi.
Ø  Manusia
Kerusakan akibat aktivitas manusia, baik disengaja atau tidak merusak keseimbangan alam.
Ø  Lumpur
Banjir lumpur terjadi melalui penumpukan endapan di tanah pertanian. Sedimen kemudian terpisah dari endapan dan terangkut sebagai materi tetap atau penumpukan dasar sungai. Endapan lumpur mudah diketahui ketika mulai mencapai daerah berpenghuni. Banjir lumpur adalah proses lembah bukit, dan tidak sama dengan aliran lumpur yang diakibatkan pergerakan massal.
Ø  Hujan
Tingginya curah hujan menjadi salah satu faktor penyebab banjir. Hal ini dapat dilihat dari statistik terjadinya bencana alam banjir umumnya terjadi pada setiap musim penghujan.
Ø  Pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya
Di daerah perkotaan, inilah salah satu kontributor terbesar dalam hal penyumbatan saluran air seperti gorong-gorong atau got membuat aliran air terhambat sehingga tidak dapat mengalir ke tempat lain. Kesadaran masyarakat sekitar untuk tidak membuang sampah ke sungai atau selokan diperlukan untuk mengurangi banjir.
Ø Kurangnya daerah resapan air
Tata ruang buruk seperti tidak adanya taman kota atau pembangunan pada tanah olahan kosong mengakibatkan hilangnya daerah yang seharusnya menjadi daerah untuk resapan air . Pengaturan tempat pemukiman  sebaiknya berada pada tanah yang memang memiliki resapan air rendah bukan pada tanah terbuka berdaya serap tinggi.
D. Dampak Banjir
1. Dampak Primer
Dampak primer merupakan jenis kerusakan yang terjadi dan bisa terlihat selama ataupun setelah banjir terjadi. Biasanya, kondisi ini meliputi kerusakan fisik dan yang termasuk dalam dampak primer ini adalah kerusakan dalam infrastruktur lalu lintas, kerusakan bangunan, dan jembatan. Rusaknya kendaraan bermotor, sistem pengendalian air, serta komunikasi pun termasuk dalam bagian kerusakan yang digolongkan sebagai dampak primer tersebut.
2. Dampak Sekunder
Dampak banjir yang digolongkan sebagai dampak sekunder adalah jenis dampak yang biasanya terjadi setelah banjir usai. Dampak ini tidak bisa dilihat secara langsung, tetapi bisa dirasakan oleh masyarakat. Akibatnya, sistem kehidupan manusia mulai mengalami ketidakseimbangan dan menyebabkan beberapa permasalahan sosial.
Keadaan yang tergolong ke dalam kelompok dampak sekunder ini antara lain adalah sulitnya mendapatkan air minum bersih. Biasanya, dalam kondisi banjir, sumber-sumber air bersih akan mengalami dampak karena terendam banjir. Gangguan pada ketersediaan air bersih ini bisa pula disebabkan rusaknya jaringan yang mengalirkan air bersih ke rumah-rumah pelanggan.
Adanya banjir yang berkepanjangan menyebabkan rentannya timbul penyakit. Hal ini karena adanya perubahan lingkungan yang menjadi kurang higienis dan menjadikan tempat berkembang biaknya kuman ataupun penyakit. Pada saat bencana banjir, jenis penyakit yang sering muncul pada manusia adalah penyakit kulit seperti gatal dan juga penyakit perut seperti diare atau muntaber.
Banjir juga berpotensi mengancam kelangsungan persediaan pangan manusia. Kondisi ini bisa terjadi apabila kawasan pertanian terendam oleh banjir sehingga mengakibatkan gagal panen. Keadaan bisa semakin memburuk bila jalur transportaasi yang ada pun mengalami kerusakan sehingga kawasan yang terkena banjir menjadi terisolir dan bantuan tidak bisa masuk ke kawasan tersebut. Genangan banjir bisa pula menyebabkan matinya beberapa jenis spesies tanaman. Bila terendam, tanaman tersebut akan sulit bernafas dan terjadinya pembusukan pada bagian akar. Hal inilah yang akan menyebabkan tanaman menjadi mudah mati.
Beberapa jenis hewan pun akan kehilangan tempat tinggal bila banjir tiba. Biasanya, binatang-binatang tersebut kemudian akan keluar dari sarangnya dan bila tergolong binatang  yang berbahaya, bisa saja mengancam keselamatan manusia. Pada saat banjir di Jakarta terjadi misalnya, beberapa jenis binatang melata seperti ular dan buaya terlihat keluar dari sarangnya dan berenang di kawasan pemukiman yang terendam air.
3. Dampak Tersier
Dampak terakhir dari adanya bencana banjir ini adalah dampak tersier atau dampak yang terjadi dalam jangka panjang. Biasanya, dampak ini berwujud dampak pada sistem ekonomi seperti hilangnya potensi wisata dan peningkatan biaya hidup seperti biaya untuk makan. Selain itu, beberapa jenis komoditi akan mengalami lonjakan harga karena kelangkaan pasokan yang ada di masyarakat. Di sisi lain, kawasan yang rentan teredam banjir pun akan mengalami penurunan harga jual dibanding kawasan yang bebas dari ancaman banjir. Ya, pemukiman yang sering terkena bencana banjir biasanya akan dihindari untuk dipilih oleh masyarakat.
E. Tindakan Untuk Mengatasi Banjir
Untuk menanggulangi terjadinya banjir, maka dibutuhkan cara penanggulangan sebagai berikut:
1.   Pengoptimalan sungai ataupun selokan, sungai ataupun selokan sebaiknya dipelihara dan dipergunakan sebagaimana mestinya. Sungai ataupun selokan tidak untuk tempat pembuangan sampah. Kebersihan air dan deras arusnya harus di pantau setiap saat sekedar untuk mengamati jika sewaktu-waktu terjadi banjir. Dengan penanganan sampah yang baik juga dapat membantu mengatasi banjir.
2.   Larangan pembuatan rumah penduduk di sepanjang sungai, tanah di pinggiran sungai tidak seharusnya digunakan sebagai areal pemukiman penduduk. Selain menyebabkan banjir, juga tatanan pola masyarakat menjadi tidak teratur. Diperlukan kebijakan pemerintah dalam merelokasikan warga yang sudah bermukim disana sekaligus menekan laju urbanisasi.
3.   Melaksanakan program tebang pilih dan reboisasi, pohon yang telah ditebang seharusnya ada penggantinya. Menebang pohon yang telah berkayu kemudian tanam kembali tunas pohon yang baru. Ini bertujuan untuk regenerasi hutan agar tidak gundul. Keberadaan pohom dapat menciptakan kota yang hijau, membantu mengurangi polusi udara, memperbanyak resapan air. Reboisasi adalah salah satu sarana untuk mengatasi banjir karena ketika hujan turun, air dapat diserap secara maksimal.
4.   Mempergunakan alat pendeteksi banjir sederhana, untuk memantau tanda-tanda terjadinya banjir, dibutuhkan suatu alat pendeteksi banjir. Alat pendeteksi ini dibuat secara sederhana agar masyarakat mampu untuk membuatnya.
5.   Membuat Lubang Resapan Biopori (LRB)
Biopori berguna untuk mengurangi jumlah air hujan atau air dari saluran pembuangan di permukaan tanah.  Biopori sendiri merupakan sebuah lubang berdiameter 10 – 30 cm  dengan kedalaman vertikal 80cm -100 cm. Setelah dibuat lubangnya, diisi dengan batu kerikil pada dasarnya lalu ditutupi dengan sampah organik seperti dedaunan.
2.2  Bencana Kekeringan
214493_620.jpg KEKERINGAN-MELANDA-KECAMATAN-KERUAK-KABUAPATEN-LOMBOK-TIMUR-Pemerintah-Sebagai-Leading-Sektor-Tertidur-Pulas.jpg
A.    Definisi Kekeringan
Kekeringan adalah merupakan salah satu bencana yang sulit dicegah dan datang berulang. Secara umum pengertian kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah dari kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Terjadinya kekeringan di suatu daerah bisa menjadi kendala dalam peningkatan produksi pangan di daerah tersebut. Di Indonesia pada setiap musim kemarau hampir selalu terjadi kekeringan pada tanaman pangan dengan intensitas dan luas daerah yang berbeda tiap tahunnya.
Pengertian kekeringan dapat  diklasifikasikan lebih spesifik sebagai berikut :
a. Kekeringan Meteorologis
Kekeringan ini berkaitan dengan tingkat curah hujan yang terjadi berada di bawah kondisi normal dalam suatu musim. Perhitungan tingkat kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama terjadinya kondisi kekeringan.
Intensitas kekeringan berdasarkan definisi meteorologis sebagai berikut:
·   kering : apabila curah hujan antara 70%-80%, dari kondisi normal (curah hujan di bawah normal)
·sangat kering : apabila curah hujan antara 50%-70% dari kondisi normal (curah hujan jauh di bawah normal)
·   amat sangat kering : apabila curah hujan di bawah 50% dari kondisi normal (curah hujan amat jauh di bawah normal).
b. Kekeringan Hidrologis

Kekeringan ini berkaitan dengan berkurangnya pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan hidrologis diukur dari ketinggian muka air waduk, danau dan air tanah. Ada jarak waktu antara berkurangnya curah hujan dengan berkurangnya ketinggian muka air sungai, danau dan air tanah, sehingga kekeringan hidrologis bukan merupakan gejala awal terjadinya kekeringan. Intensitas kekeringan berdasarkan definisi hidrologis adalah sebagai berikut:
·   kering: apabila debit sungai mencapai periode ulang aliran di bawah periode 5 tahunan
·   sangat kering : apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran jauh di bawah periode 25 tahunan
·   amat sangat kering : apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran amat jauh di bawah periode 50 tahunan
c. Kekeringan Pertanian

Kekeringan ini berhubungan dengan berkurangnya kandungan air dalam tanah (lengas tanah) sehingga tak mampu lagi memenuhi kebutuhan air bagi tanaman pada suatu periode tertentu. Kekeringan pertanian ini terjadi setelah terjadinya gejala kekeringan meteorologis. Intensitas kekeringan berdasarkan definisi pertanian adalah sebagai berikut:
·   kering : apabila 1/4 daun kering dimulai pada ujung daun (terkena ringan s/d sedang)
·   sangat kering : apabila 1/4-2/3 daun kering dimulai pada bagian ujung daun (terkena berat)
·   amat sangat kering: apabila seluruh daun kering (puso)
d. Kekeringan Sosial Ekonomi

Kekeringan ini terjadi berhubungan dengan berkurangnya pasokan komoditi yang bernilai ekonomi dari kebutuhan normal sebagai akibat dari terjadinya kekringan meteorologis, pertanian dan hidrologis. Intensitas kekeringan sosial ekonomi dapat dilihat dari ketersediaan air
minum atau air bersih sebagai berikut :

e. Kekeringan Antropogenik

Kekeringan ini terjadi karena ketidaktaatan pada aturan yang disebabkan: kebutuhan air lebih besar dari pasokan yang direncanakan sebagai akibat ketidaktaatan pengguna terhadap pola tanam/pola penggunaan air, dan kerusakan kawasan tangkapan air, sumber air sebagai akibat dari perbuatan manusia. Intensitas kekeringan akibat ulah manusia terjadi apabila:
·   Rawan: apabila penutupan tajuk 40%-50%
·   Sangat rawan: apabila penutupan tajuk 20%-40%
·   Amat sangat rawan: apabila penutupan tajuk di DAS di bawah 20%.
Batasan tentang kekeringan bisa bermacam-macam tergantung dari cara meninjaunya. Ditinjau dari Agroklimatologi yaitu keadaan tanah dimana tanah tak mampu lagi memenuhi kebutuhan air untuk kehidupan tanaman khususnya tanaman pangan. Ada tiga faktor yang sangat mempengaruhi kekeringan ini yaitu tanaman, tanah dan air.

Tanaman khususnya tanaman pangan mempunyai kebutuhan air yang berbeda-beda, baik keseluruhan maupun jumlah kebutuhan pada setiap tahap pertumbuhannya. Tanaman padi misalnya, memerlukan cukup banyak air selama pertumbuhannya. Sedangkan tanaman kedelai termasuk tanaman yang relatif tahan terhadap kekeringan. Namun demikian kedelai mempunyai periode yang riskan terhadap kekurangan air yaitu pada periode perkecambahan dan periode pembentukan biji. Kepekaan tiap tanaman terhadap kekurangan air berbeda dari satu tanaman ke tanaman lainnya dan dari satu tahapan pertumbuhan tanaman ke tahap lainnya dalam satu jenis tanaman.

Tanah merupakan faktor yang menentukan pula kemungkinan terjadinya kekeringan. Besar kecilnya kemampuan tanah untuk menyimpan lengas menentukan besar kecilnya kemungkinan terjadinya kekeringan. Perbedaan fisik tanah juga akan menentukan cepat lambatnya atau besar kecilnya kemungkinan tanaman mengalami kekeringan
.

Air untuk daerah tadah hujan diperoleh dari air hujan. Ciri atau sifat hujan di suatu daerah menentukan kemungkinan terjadi atau tidaknya kekeringan di daerah itu. Perubahan yang tak beraturan dari waktu ke waktu adalah tantangan yang besar dalam memprakirakan kebutuhan air tanaman. Jumlah hujan yang besar dan terbagi rata tak akan dirasakan sebagai penyebab kekeringan. Apabila curah hujan tak merata dan menyimpang dari kebiasaan itulah yang akan menyebabkan kekeringan
.

Selain tiga faktor tersebut, ada beberapa hal lain yang bisa menyebabkan tanaman kekeringan yaitu:
1.   Petani tak memperhatikan pola tanam, artinya petani menanam padi semaunya dan kapan saja.
2.   Terjadinya perubahan iklim. Misalnya awal musim hujan terjadi lebih lambat atau lebih awal atau musim kemarau yang terjadi lebih awal, sehingga kebutuhan air untuk tanaman tak mencukupi.
3.   Terjadi kerusakan jaringan pengairan.
4.   Keadaan ekstrim.

B.     Penyebab Terjadinya Bencana Kekeringan
Selain karena etika alam musim kemarau, Penyebab parahnya dampak kekeringan patut kita periksa secara seksama,cermat dan mendalam. Patologi kekeringan memiliki kaitan erat dengan dimensi alam (buatan), perilaku manusia, sosial budaya masyarakat dan dimensi kebijakan negara dalam mengelola alam sebagai sumber kehidupan.

Ø  Dari dimensi alam, penyebab kekeringan yang semakin parah adalah layanan alam seperti hutan, kawasan hijau yang berfungsi lindung dan konservasi semakin berkurang serta laju konversi lahan lindung menjadi lahan budidaya yang semakin merebak. Degradasi alam secara terus menerus membawa pada situasi siklus hidrologi air yang tidak seimbang serta kemampuan daya dukung alam pun semakin berkurang. Bisa jadi, situasi ini dipengarahi oleh perubahan iklim dalam skala global.

Ø  Dari dimensi perilaku manusia, kekeringan disebabkan oleh etika manusia merawat alam semakin berkurang seperti merawat sumber-sumber air seperti mata air, kolam ataupun danau. Perilaku menanam tegakan pohon di hutan dan lahan milik yang kurang juga bisa berpengaruh, termasuk perilaku manusia melakukan alih fungsi lahan pada lahan-lahan konservasi atau lindung.

Ø  Kebijakan negara pun merupakan faktor determinan yang berdampak pada terjadinya degradasi layanan alam. Serangkaian instrumen kebijakan negara di semua level pemerintahan, telah melegalisasi dan meligitimasi kuasa negara atas ruang dan wilayah  di muka dan dalam tanah atas nama kepentingan pembangunan. Perubahan, pemanfaatan, peruntukan dan penggunaan kawasan dan luar kawasan diatur oleh kebijakan negara. Kebijakan rencana tata ruang wilayah (RTRW) skala nasional, propinsi dan kabupaten/kota menjadi faktor utama yang berpengaruh pada daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup. Alih fungsi dan peruntukan dan pemanfaatan alam di dalam bumi dan dipermukaan bumi dilegitimasi kebijakan. Sementara, instrumen kebijakan perlindungan lingkungan hidup tidak pernah dibuat dan dijalankan negara. Pada situasi ini, kebijakan negara turut melegitimasi terjadinya bencana kekeringan.

C.    Dampak dari Kekeringan
Adapun dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya kekeringan adalah sebagai berikut :
Ø  Kekeringan  Meteorologis, berkaitan  dengan  tingkat  curah  hujan  di  bawah  Normal dalam  satu  musim. Pengukuran  kekeringan  meteorologis  merupakan  indikasi  pertama  adanya  kekeringan.
Ø  Kekeringan  Hidrologis, berkaitan  dengan  kekurangan  pasokan  air  permukaan  dan  air  tanah.  Kekeringan  ini  diukur  berdasarkan  elevasi  muka  air  sungai, waduk,  danau,  dan  elevasi  muka  air  tanah.  Terdapat  tenggang  waktu  mulai  berkurangnya hujan  sampai  menurunnya  elevasi  muka  air  sungai,  waduk,  danau,  dan elevasi  muka  air  tanah.  Kekeringan  hidrologis  bukan  merupakan  indikasi  awal  adanya   kekeringan.
Ø  Kekeringan  Pertanian, berhubungan  dengan  kekurangan  lengas  tanah  (kandungan  air  dalam  tanah), sehingga  tidak  mampu  memenuhi  kebutuhan  tanaman  tertentu  pada  periode  waktu  tertentu  pada  wilayah  yang  luas.  Kekeringan  pertanian  ini  terjadi  setelah  gejala  kekeringan  meteorology.
Ø  Kekeringan  Sosial  Ekonomi, berkaitan  dengan  kekeringan  yang  memberi dampak  terhadap  kehidupan  sosial  ekonomi,  seperti: rusaknya  tanaman, peternakan, perikanan, berkurangnya  tenaga  listrik  dari  tenaga  air, terganggunya  kelancaran  transportasi  air, dan  menurunnya  pasokan  air  baku  untuk  industri  domestik dan perkotaan.
Ø  Kekeringan  Hidrotopografi, berkaitan dengan perubahan tinggi muka air  sungai antara musim hujan dan musim kering dan topografi lahan akibat  ulah manusia.
Ø  Kekeringan tidak taat aturan, terjadi karena:
·      Kebutuhan air lebih besar dari pada pasokan yang direncanakan akibat  ketidaktaatan pengguna terhadap pola tanam atau pola penggunaan air.
·      Kerusakan kawasan tangkapan air dan sumber-sumber air akibat perbuatan  manusia.
Berdasarkan klasifikasi kekeringan tersebut, maka prioritas penanggulangan bencana kekeringan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing daerah. Khusus untuk kekeringan yang disebabkan oleh ketidaktaatan para pengguna air dan pengelola prasarana air, diperlukan komitmen dari semua pihak untuk melaksanakan kesepakatan yang sudah ditetapkan. Kepada masyarakat perlu dilakukan sosialisasi yang lebih intensif, sehingga memahami dan melaksanakan pola pengguna air sesuai peraturan/ketetapan.
D.    Cara Mengatasi Kekeringan
Negara kita Indonesia memiliki dua jenis musim. Yakni musim hujan dan musim kemarau. Seringkali setiap tahunnya, Indonesia mengalami kondisi dimana musim kemarau lebih panjang dari biasanya. Hal ini mengakibatkan  terjadinya kekeringan di beberapa daerah. Kejadian ini terus  berulang dan  berulang. Banyak pihak yang dirugikan oleh kondisi kemarau panjang yang  mengakibatkan kekeringan. Salah satunya adalah petani yang tanamannya terancam gagal panen karena kekeringan. Selain itu, kekeringan juga menyebabkan air bersih menjadi langka dan mahal dibeberapa tempat. Mengingat kondisi yang hampir selalu terjadi setiap tahunnya ini, diperlukan cara mengatasi kekeringan yang setidaknya dapat menangani dan membantu kita melewati kondisi yang satu ini.
Ø  Cara mengatasi dengan embung
      Cara mengatasi kekeringan yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan membuat embung alias penampung air hujan. Nantinya, embung  ini dapat digunakan sebagai persediaan air ketika musim kemarau panjang  tiba. Embung ini dapat membantu untuk mengairi tanaman-tanaman yang ‘terjebak’ ketika musim kemarau tiba, sehingga tanaman-tanaman tersebut tidak akan mati karena kekurangan air. Cara ini cukup efektif dan dapat  digunakan oleh para petani, mengingat seringnya terjadi gagal panen karena kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan.
Pertimbangkanlah seberapa banyak air yang akan dibutuhkan ketika  membuat embung. Semakin besar  embung yang dibuat maka akan semakin banyak  pula air yang tertampung, maka akan semakin banyak pula lahan dan tanaman yang dapat diairi.
Ø  Cara mengatasi kekeringan dengan memelihara waduk
      Selanjutnya, ketika musim kemarau banyak sumber air yang mengalami kekeringan misalnya waduk. Untuk mengatasi hal tersebut maka cara mengatasi kekeringan yang dapat dilakukan adalah dengan mencegah waduk mengalami pendangkalan. Pasalnya, jika terjadi pendangkalan maka kapasitas air dalam waduk akan berkurang dan menyebabkan waduk  menjadi cepat kering ketika musim kemarau tiba. Penyebab dari pendangkalan ini adalah karena adanya sedimentasi butiran tanah yang dibawa oleh aliran sungai dari daerah hulu akibat dari rusaknya ekosistem hulu. Untuk menghindari pendangkalan waduk ini, maka perlu dilakukan pengerukan agar waduk menjadi lebih dalam lagi. Dengan begitu, waduk pun mampu menampung air lebih banyak lagi.
Ø  Cara  mengatasi  kekeringan  dengan  penghijauan
      Jangan lupa juga untuk selalu melakukan penghijauan. Ini merupakan cara mengatasi kekeringan yang paling klasik tapi tidak boleh dilewatkan. Penghijauan sebaiknya dilakukan di daerah hulu disertai dengan  pengurangan konversi lahan di daerah hulu. Konversi lahan ini mampu mengurangi kemampuan lahan dalam menyerap air hujan. Penghijauan ini nantinya bisa mengurangi terjadinya sedimentasi sehingga tidak akan terjadi pendangkalan waduk. Tanaman yang ditanam pada lahan-lahan kosong mampu menjaga butiran tanah ketika hujan tiba. Tanaman yang rapat juga berfungsi untuk meningkatkan kemampuan tanah dalam menyerap air hujan, mengurangi aliran permukaan dan penguapan sehingga akhirnya air tanah akan tersedia lebih lama.
Ø  Terakhir, sebaiknya berikan peringatan kepada masyarakat bahwa akan terjadi kekeringan. Dengan begitu masyarakat dapat bersiap-siap untuk mencari cara mengatasi kekeringan yang dapat membantu mereka. Peringatan ini sangat penting untuk dilakukan. Terutama bagi para petani.  Sehingga mereka dapat mempertimbangkan kapan saat yang pas untuk menanam, sehingga tidak akan terjadi gagal panen karena kekeringan. Selain itu, pemerintah seharusnya bisa membantu masyarakat dengan memberikan pompa air. Pompa air sangat penting karena dapat membantu pengadaan air untuk irigasi ketika pasokan air yang dibutuhkan kurang atau tidak mencukupi. Nantinya dengan pompa air tersebut, petani dapat mengatasi kelangkaan air dengan memompa air dari sungai atau sumber-sumber air sekitar.

2.3  Bencana Tsunami
hqdefaulth.jpgjhlcquydxvw2i10w1v5e.jpg
A.    Definisi Tsunami
Tsunami (bahasa Jepang; tsu = pelabuhan, nami = gelombang, secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 Km/jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30-50 Km/jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami. Kata tsunami berasal dari bahasa jepang, tsu berarti pelabuhan, dan nami berarti gelombang. Tsunami sering terjadi Jepang. Sejarah Jepang mencatat setidaknya 195 tsunami telah terjadi.
Pada beberapa kesempatan, tsunami disamakan dengan gelombang pasang. Dalam tahun-tahun terakhir, persepsi ini telah dinyatakan tidak sesuai lagi, terutama dalam komunitas peneliti, karena gelombang pasang tidak ada hubungannya dengan tsunami. Persepsi ini dahulu populer karena penampakan tsunami yang menyerupai gelombang pasang yang tinggi. Tsunami dan gelombang pasang sama-sama menghasilkan gelombang air yang bergerak ke daratan, namun dalam kejadian tsunami, gerakan gelombang jauh lebih besar dan lebih lama, sehingga memberikan kesan seperti gelombang pasang yang sangat tinggi. Meskipun pengartian yang menyamakan dengan "pasang-surut" meliputi "kemiripan" atau "memilikikesamaan karakter" dengan gelombang pasang, pengertian ini tidak lagi tepat. Tsunami tidak hanya terbatas pada pelabuhan. Karenanya para geologis dan oseanografis sangat tidak merekomendasikan untuk menggunakan istilah ini.
B.     Penyebab Terjadinya Tsunami
Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.

Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan Km/jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi ± 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa Cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan massa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.

Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.

Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.
Gempa yang menyebabkan tsunami :
Ø  Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 - 30 Km)
Ø  Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter
Ø  Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun


C.    Dampak Tsunami
106838_suasana-kota-kesennuma--jepang--setelah-gempa-bumi-dan-tsunami_663_382.jpgbangunan-rata-kena-tsunami.jpg
Bencana alam tsunami merupakan momok yang menakutkan bagi siapapun, terutama bagi mereka yang menetap di wilayah yang berbatasan dengan laut dan rawan gempa, seperti Indonesia dan Jepang misalnya. Kedua Negara ini, jika dihitung, sudah berkali-kali diterjang dahsyatnya gelombang tsunami yang umumnya disebabkan pergeseran lempeng dalam perut bumi yang berada tepat di bawah air laut. Dampak tsunami ini sungguh luar biasa sehingga meninggalkan trauma bagi masyarakat yang tinggal di wilayah bekas tsunami. Dan trauma ini hidup di tengah-tengah masyarakat yang mencoba untuk pulih.

*      Dampak Buruk Bagi Ekosistem
Seperti kita ketahui, gelombang tsunami yang naik ke daratan akan menyapu apa saja yang ia lalui. Besarnya tekanan yang ia bawa mampu menekan, menerjang dan merusak berbagai ekosistem di daratan. Dampak yang ditinggalkan kurang lebih sama seperti bencana alam lainnya. Kehidupan yang dinamis dalam suatu ekologi akan terputus mata rantainya sebab manusia, tumbuhan dan hewan yang tersapu gelombang tersebut akan terganggu kehidupannya bahkan tak sedikit yang kehilangan nyawa. Rusaknya berbagai mata rantai ekosistem ini tentu akan berpengaruh banyak pada kehidupan manusia dari berbagai aspek, baik itu ekonomi, sosial maupun budaya.



Ø  Dampak Buruk Bagi Kehidupan Sosial Masyarakat
Pasca tsunami, sendi-sendi ekonomi masyarakat akan lumpuh. Aktifitas jual dan beli masyarakat menjadi lemah. Dampak tsunami dalam lingkup ekonomi ini cukup sulit dipulihkan meskipun bangunan fisik sebagai infrastruktur kegiatan masyarakat sudah pulih.

Hal lain yang dirusak bencana tsunami adalah kehidupan sosial masyarakat. Tak bisa dipungkiri, banyak yang kehilangan keluarganya pada bencana tersebut. Anak-anak kehilangan orang tua demikian sebaliknya. Hal ini tentu akan menciptakan dinamika sosial dimana kehidupan sosial masyarakat akan terganggu. Sekalipun kehidupan sosial ini pulih setelah beberapa waktu, namun trauma yang dirasakan masyarakat setempat tentu akan sukar hilang.

Kehidupan sosial yang chaos tersebut kemudian berimbas pada wilayah lain seperti kehidupan berbudaya, pendidikan dan lain-lain. Pasca tsunami, kegiatan pendidikan juga seni akan terganggu sebab sarana fisik rusak. Hal ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Negara untuk memulihkan sendi-sendi kehidupan masyarakat yang terkena tsunami. Hal ini tak mudah, membutuhkan energi, waktu dan biaya yang tak sedikit.

Oleh karena penyebab bencana tsunami murni alam, maka langkah pencegahan yang bisa dilakukan hanyalah dengan mempersiapkan masyarakat agar lebih waspada dan siaga. Untuk mendukung program ini, pemerintah menggerakkan semua pemangku kebijakan di segala sektor. Indonesia jauh tertinggal dari Jepang dalam menghadapi tsunami. Sehingga dampak tsunami di Indonesia jauh lebih dramatis. Namun hal tersebut disebabkan beberapa faktor salah satunya adalah perbedaan kondisi perekonomian kedua Negara. Meski demikian, Indonesia tetap harus berguru pada Jepang, negeri yang dilanda gempa sepanjang tahun ini memang mampu menangani bencana dengan langkah yang lebih taktis.

D.    Tanda-tanda dan Peringatan dini Tsunami
Banyak kota-kota di sekitar Pasifik, terutama di Jepang dan juga Hawai, mempunyai sistem peringatan tsunami dan prosedur evakuasi untuk menangani kejadian tsunami. Bencana tsunami dapat diprediksi oleh berbagai institusi seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami dapat dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar atau permukaan laut yang terknoneksi dengan satelit.
Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama dengan perangkat yang mengapung di laut buoy, dapat digunakan untuk mendeteksi gelombang yang tidak dapat dilihat oleh pengamat manusia pada laut dalam. Sistem sederhana yang pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan awal akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawai pada tahun 1920-an. Kemudian, sistem yang lebih canggih dikembangkan lagi setelah terjadinya tsunami besar pada tanggal 1 April 1946 dan 23 Mei 1960. Amerika serikat membuat Pasific Tsunami Warning Center pada tahun 1949, dan menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan internasional pada tahun 1965.
Salah satu sistem untuk menyediakan peringatan dini tsunami, CREST Project, dipasang di pantai Barat Amerika Serikat, Alaska, dan Hawai oleh USGS, NOAA, dan Pacific Northwest Seismograph Network, serta oleh tiga jaringan seismik universitas.

Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah cukup berkembang, meskipun proses terjadinya masih banyak yang belum diketahui dengan pasti. Episenter dari sebuah gempa bawah laut dan kemungkinan kejadian tsunami dapat cepat dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah berhasil memperkirakan seberapa besar tinggi gelombang tsunami di daerah sumber, kecepatan penjalarannya dan waktu sampai di pantai, berapa ketinggian tsunami di pantai dan seberapa jauh rendaman yang mungkin terjadi di daratan. Walaupun begitu, karena faktor alamiah, seperti kompleksitas topografi dan batimetri sekitar pantai dan adanya corak ragam tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan, dll), perkiraan waktu kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami masih belum bisa dimodelkan secara akurat. Pemerintah Indonesia, dengan bantuan negara-negara donor, telah mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesian Tsunami Early Warning System - InaTEWS). Sistem ini berpusat pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Jakarta. Sistem ini memungkinkan BMKG mengirimkan peringatan tsunami jika terjadi gempa yang berpotensi mengakibatkan tsunami. Sistem yang ada sekarang ini sedang disempurnakan. Kedepannya, sistem ini akan dapat mengeluarkan 3 tingkat peringatan, sesuai dengan hasil perhitungan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (Decision Support System - DSS).

Pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan banyak pihak, baik instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga internasional, lembaga non-pemerintah. Koordinator dari pihak Indonesia adalah Kementrian Negara Riset dan Teknologi (RISTEK). Sedangkan instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan INFO GEMPA dan PERINGATAN TSUNAMI adalah BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika). Sistem ini didesain untuk dapat mengeluarkan peringatan tsunami dalam waktu paling lama 5 menit setelah gempa terjadi. Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah merupakan rangkaian sistem kerja yang rumit dan melibatkan banyak pihak secara internasional, regional, nasional, daerah dan bermuara di Masyarakat.

Apabila terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut dicatat oleh alat Seismograf (pencatat gempa). Informasi gempa (kekuatan, lokasi, waktu kejadian) dikirimkan melalui satelit ke BMKG Jakarta. Selanjutnya BMG akan mengeluarkan INFO GEMPA yang disampaikan melalui peralatan teknis secara simultan. Data gempa dimasukkan dalam DSS untuk memperhitungkan apakah gempa tersebut berpotensi menimbulkan tsunami. Perhitungan dilakukan berdasarkan jutaan skenario modelling yang sudah dibuat terlebih dahulu. Kemudian, BMKG dapat mengeluarkan INFO PERINGATAN TSUNAMI. Data gempa ini juga akan diintegrasikan dengan data dari peralatan sistem peringatan dini lainnya (GPS, BUOY, OBU, Tide Gauge) untuk memberikan konfirmasi apakah gelombang tsunami benar-benar sudah terbentuk. Informasi ini juga diteruskan oleh BMKG. BMKG menyampaikan info peringatan tsunami melalui beberapa institusi perantara, yang meliputi (Pemerintah Daerah dan Media). Institusi perantara inilah yang meneruskan informasi peringatan kepada masyarakat. BMKG juga menyampaikan info peringatan melalui SMS ke pengguna ponsel yang sudah terdaftar dalam database BMKG. Cara penyampaian Info Gempa tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS, Facsimile, Telepon, Email, RANET (Radio Internet), FM RDS (Radio yang mempunyai fasilitas RDS/Radio Data System) dan melalui Website BMG (www.bmg.go.id).

Pengalaman serta banyak kejadian dilapangan membuktikan bahwa meskipun banyak peralatan canggih yang digunakan, tetapi alat yang paling efektif hingga saat ini untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah RADIO. Oleh sebab itu, kepada masyarakat yang tinggal didaerah rawan Tsunami diminta untuk selalu siaga mempersiapkan RADIO FM untuk mendengarkan berita peringatan dini Tsunami. Alat lainnya yang juga dikenal ampuh adalah Radio Komunikasi Antar Penduduk. Organisasi yang mengurusnya adalah RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia). Mengapa Radio ? jawabannya sederhana, karena ketika gempa seringkali mati lampu tidak ada listrik. Radio dapat beroperasi dengan baterai. Selain itu karena ukurannya kecil, dapat dibawa-bawa (mobile). Radius komunikasinyapun relatif cukup memadai.

Sistem Peringatan Dini memiliki 4 komponen: Pengetahuan mengenai Bahaya dan Resiko, Peramalan, Peringatan, dan Reaksi. Observasi (Monitoring gempa dan permukaan laut), Integrasi dan Diseminasi Informasi, Kesiapsiagaan.

E.     Upaya atau Usaha Penanggulangan Bencana Tsunami
1.      Peningkatan kewaspadaaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami.
2.      Pendidikan kepada masyarakat terutama yang tinggal di daerah pantai tentang bahaya tsunami.
3.      Pembangunan Tsunami Early Warning System (Sistem Peringatan Dini Tsunami).
4.      Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang beresiko.
5.      Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai untuk meredam gaya air tsunami.
6.      Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman disekitar daerah pemukiman yang cukup tinggi dan mudah dilalui untuk menghindari ketinggian tsunami.
7.      Peningkatan pengetahuan masyarakat lokal khususnya yang tinggal di pinggir pantai tentang pengenalan tanda-tanda tsunami cara-cara penyelamatan diri terhadap bahaya tsunami.
8.      Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.
9.      Mengenali karakteristik dan tanda-tanda bahaya tsunami.
10.  Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda-tanda akan terjadi tsunami.
11.  Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi tsunami.
12.  Melaporkan secepatnya jika mengetahui tanda-tanda akan terjadinyan tsunami kepada petugas yang berwenang : Kepala Desa, Polisi, Stasiun Radio, SATLAK PB maupun institusi terkait.
13.  Melengkapi diri dengan alat komunikasi.

Apabila Terjadi Tsunami Dalam menyelamatkan diri dari tsunami kita berpacu dengan waktu. Kecepatan tsunami dapat mencapai 100 Km sehingga kita tidak akan sempat lari bila tsunami sudah terlihat. Ada kalanya tsunami tiba sebelum peringatan kita terima. Kenalilah dengan baik tanda-tanda akan datangnya tsunami yaitu sebagai berikut.
a. Air laut yang surut secara tiba-tiba.
b. Terciumnya bau garam atau bau amis yang menyengat secara tiba-tiba.
c. Munculnya buih-buih air yang sangat banyak secara tiba-tiba.
d. Terdengar suara ledakan keras seperti suara pesawat jet atau pesawat atau suara ledakan bom runtuh.
e. Terlihat gelombang hitam tebal memanjang di garis cakrawala.

Jika anda melihat salah satu atau beberapa dari tanda tersebut lakukanlah hal-hal sebagai berikut:
a. Apabila anda berada di atas kapal di tengah laut, segera pacu kapal anda kearah laut yang lebih dalam.
b. Dan apabila anda sedang berada di pantai atau dekat pantai, segera panjat bangunan atau pohon yang tinggi. Pada saat berlindung ingatlah untuk mencari tempat yang lebih tinggi dan bukan yang lebih jauh. Ingat waktu kita untuk berlari dari kejaran gelombang tsunami hanya kurang dari 20 menit.
c. Bila tsunami datang dengan cepat sehingga tidak sempat untuk berlindung, usahakan untuk berlari ke bangunan yang kuat dengan ketinggian lebih dari 3 lantai.
d. Jangan lengah meskipun guncangan kecil. Getaran gempa yang dapat kita rasakan berbeda antar getaran seismik dengan magnitude (skala richter). Meskipun getaran yang dirasakan kecil, tapi tidak menjamin tsunami yang terjadi akan kecil pula. Bila getaran lemah dalam waktu yang panjang, jangan lengah dan segeralah berlindung.
e. Jangan sekali-kali mendekat ke arah pantai sampai peringatan bahaya dicabut. Sering kali tsunami datang dalam 2 atau 3 gelombang dan ada kalanya yang ke-2 dan ke-3 lebih besar dari yang pertama. Jangan lengah setelah gelombang pertama.
f. Mencari informasi yang tepat dan benar melalui radio, televisi dan sebagainya. Yang paling penting adalah tetap bersikap tenang.
2.4  Global Warming
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7iENfSbBm-X-IhC9YYBZaRCRDzs1aU17WtMnnrrCn2mSKAtYR7eenTu38TbNtxNIIFrqBme5x1Wgj7QEb1GoBijPReqMambvGYKD5HX6tW5LtqSXtw7SRs5u88TYCDm-xO9Rd5jlpUic/s1600/Earth+on+Fire.jpg

A.    Pengertian Global Warming
Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
B.     Penyebab Global Warming
Adapun penyebab global warming adalah sebagai berikut :
1.      Emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil pembangkit listrik
Penggunaan listrik yang semakin meningkat yang dipasok dari pembangkit listrik berbahan bakar batubara batubara yang melepaskan sejumlah besar karbon dioksida ke atmosfer. 40% emisi CO2 dihasilkan oleh produksi listrik AS, dan 93% diantaranya berasal dari emisi pembakaran batubara pada industri utilitas. Setiap hari,  pasar semakin banyak dibanjiri gadget penggunaannya membutuhkan daya listrik, padahal tidak didukung oleh energi alternatif. Dengan demikian kita akan semakintergantung pada pembakaran batu bara untuk memasok kebutuhan listrik di seluruh dunia.


2.      Emisi karbon dioksida dari pembakaran bensin pada kendaraan
                                 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7JT5xhi7tRuoQ3-w8vJmsT4JsuDBTZJio5C8u6b015PiEXn7q8aT2rVKRJUaKBUVutd3c9-M4vwFMUZ1SaYwmmumUnbShLHW_OeEVUTbGS9txpxvucMf2o0s1D7BrmB7Fb8NGW2KGk0vQ/s320/asap+kendaraan+penyebab+global+warming.jpg

Kendaraan yang kita pakai adalah sumber penghasil emisi sekitar 33%  yang berdampak terhadap pemanasan global. Dengan pertambahan jumlah penduduk yang tumbuh pada tingkat yang mengkhawatirkan, tentu saja akan meningkatkan permintaan akan kendaraan yang lebih banyak lagi, yang berarti penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi dan pabrik yang semakin besar. Konsumsi terhadap bahan bakar fosil jauh melampaui penemuan terhadap cara untuk mengurangi dampak emisi. Sudah saatnya kita meninggalkan budaya konsumtif.

3.      Emisi metana dari peternakan dan dasar laut Kutub Utara
         https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9U49UtnaaM5QJ3oXbbEt59SkyeA8dhQpsWeRf5mdgPmhjdllsxNGmaxttg1RW8hazaDRBgrYgFQ0CxTs74rW8dHNpg9D7UkY4SMAJLCvOyvUdUcei-431VihAa1VBegZ6jL0lxX7moBvW/s320/peternakan+penyebab+global+warming.jpg
Metana merupakan gas rumah kaca yang sangat kuat setelah CO2. Bila bahan organik diurai oleh bakteri pada kondisi kekurangan oksigen (dekomposisi anaerobik) maka metana akan dihasilkan.
Proses ini juga terjadi pada usus hewan herbivora, dan dengan meningkatnya jumlah produksi ternak terkonsentrasi, tingkat metana yang dilepaskan ke atmosfer akan meningkat. Sumber metana lainnya adalah metana klatrat, suatu senyawa yang mengandung sejumlah besar metana yang terperangkap dalam struktur bongkahan es. Apabila metana keluar dari dasar laut Kutub Utara, maka tingkat pemanasan global akan meningkat secara signifikan.

4.      Deforestasi, terutama hutan tropis untuk kayu, pulp, dan lahan pertanian            https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1AUG2tpxvkxbSjoJcWUxmROICU_OYF4LcuVaIKSmfTuWRO5lGFnbOhiKABued6tWJPSXCt60sqvdYfhUpTK5JXapDkBojZQ2fcluYVZhChxPVtad3D_GdEl3HWtv0n9-Sf_MkSdeQVrYC/s320/Penebangan+hutan+penyebab+global+warming.jpg
Penggunaan hutan untuk bahan bakar (baik kayu dan arang) merupakan salah satu penyebab deforestasi. Di seluruh dunia pemakaian produk kayu dan kertas semakin meningkat, kebutuhan akan lahan ternak semakin meningkat untuk pemasok daging dan susu, dan penggunaan lahan hutan tropis untuk komoditas seperti perkebunan kelapa sawit menjadi penyebab utama terhadap deforestasi dunia. Penebangan hutan akan mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfir.

5.      Peningkatan penggunaan pupuk kimia pada lahan pertanian
            https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCPGjzFsvd3wNBwuZLyJdmWJNxAbX4R27amEUCTEVptcx51rCzRGkpiKMXGUGg6qMm-i1KySbVw9i6NskJC5_h2_5cHOOTEwHieBuRrcUWeRwzUNvkLYo3EIFF0dTTqPoIvoczF8i29H4K/s320/penggunaan+bahan+kimia+pertanian+penyebab+global+warming.jpg
Pada pertengahan abad ke-20, penggunaan pupuk kimia (yang sebelumnya penggunaan pupuk kandang) telah meningkat secara dramatis. Tingginya tingkat penggunaan pupuk yang kaya nitrogen memiliki efek pada penyimpanan panas dari lahan pertanian (oksida nitrogen memiliki kapasitas 300 kali lebih panas- per unit volume dari karbon dioksida) dan kelebihan limpasan pupuk menciptakan 'zona-mati 'di laut. Selain efek ini, tingkat nitrat yang tinggi dalam air tanah karena pemupukan yang berlebihan berdampak terhadap kesehatan manusia yang cukup memprihatinkan.

C.    Dampak dari Global Warming

Adapun dampak positif dan negatif dari global warming adalah sebagai berikut :
Ø  Dampak Positif :
1.      Potensi yang lebih tinggi pada hasil pertanian di daerah yang terletak pada posisi lintang tengah.
2.      Potensi penambahan kayu global pada hutan yang dikelola dengan baik dan benar.
3.      Peningkatan ketersediaan air untuk populasi pada beberapa wilayah yang relatif kering, sebagai contoh di sebagian wilayah Asia Tenggara.
4.      Pengurangan angka kematian pada musim dingin pada bumi di belahan lintang tengah dan lintang tinggi.
5.      Pengurangan permintaan energi untuk pemanas ruangan akibat suhu udara pada musim dingin tidak terlalu dingin.

Ø  Dampak Negatif :
1.      Kenaikan permukaan air laut di seluruh dunia
Para ilmuwan memprediksi kenaikan permukaan air laut di seluruh dunia karena mencairnya dua lapisan es raksasa di Antartika dan Greenland, terutama di pantai timur AS. Namun, banyak negara di seluruh dunia akan mengalami dampak naiknya permukaan air laut, yang bisa memaksa jutaan orang untuk mencari pemukiman baru. Maladewa adalah salah satu negara yang perlu mencari rumah baru akibat naiknya permukaan laut.

2.      Korban akibat topan badai yang semakin meningkat
            https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWrfvy-EVA-Q5olq5zB6xoyMYmIScH-QGDmyKBglGqiGpBlVYlWeHCIsc_3Gjfw0UYBTSW_9BBw1tleWt13vMAuTe1uQgl6df0eg_LgUYWx2gde5aHyc9h-kdtGTYYlQ_s3FcZ9B7Q1iOF/s320/topan+badai+akibat+global+warming.jpg
Tingkat keparahan badai seperti angin topan dan badai semakin meningkat, dan penelitian yang dipublikasikan dalam Nature mengatakan:"Para ilmuwan menunjukkan bukti yang kuat bahwa pemanasan global secara signifikan akan meningkatkan intensitas badai yang paling ekstrim di seluruh dunia. Kecepatan angin maksimum dari siklon tropis terkuat meningkat secara signifikan sejak tahun 1981.Hal tersebut diperkirakan didorong oleh suhu air laut yang semakin meningkat, tidak mungkin mengalami penurunan dalam waktu dekat. "

3.      Gagal panen besar-besaran
            https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7-mTYN2jJVuOeiZD4G4rBgL0NBzTz5f2RouXK2PjwRhlerf2J2tlqMEJC27r3zTt15MCbuSOrc9AhIyO6iRqARFceQB_rGeYB4M8qeLGzizZd94uwM1UHsv9ZUapDTTTbyf8U4hd8xiLa/s320/gagal+panen+dampak+global+warming.jpg

Menurut penelitian terbaru, sekitar 3 miliar orang di seluruh dunia harus memilih untuk pindah ke wilayah  beriklim sedang karena kemungkinan adanya ancaman kelaparan akibat perubahan iklim dalam 100 tahun.

“Perubahan iklim ini diramalkan memiliki dampak yang paling parah pada pasokan air.” "Kekurangan air di masa depan kemungkinan akan mengancam produksi pangan, mengurangi sanitasi, menghambat pembangunan ekonomi dan kerusakan ekosistem. Hal ini menyebabkan perubahan suasana lebih ekstrim antara banjir dan kekeringan." Menurut Guardian, pemanasan global menyebabkan 300.000 kematian per tahun.
4.      Kepunahan sejumlah besar spesies
            https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzBXFNgKMjHUnfx6Ww1O8wys8NeDkkRR0pdqUtIUvugQKseFB3y36-D5-8z_rlXJdh-7j_5tfVc1xWIvN8eXhKFlqLkv8m1qutxGky77VLcNp4-UxQGY_pYUZWyg389JL7Uxca52EQ4ZPk/s320/kepunahan+spesies+dampak+global+warming.jpg https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfF_iry9zII8P7_kJJDEkzEEk4iTHhFeB8WrnWCgquR6_oZ7uxzdiqWhdKBge2tP8gO8_Q2oaeIK73f6ZeGSm8GrraupaR5IPN-PBMkh5wAFtZtrcxgwVp3o-f3a7QH2t8dd5cY8G9_cJh/s320/kerusakan+terumbu+karang+dampak+global+warming.jpg
Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Nature, peningkatan suhu dapat menyebabkan kepunahan lebih dari satu juta spesies. Dan karena kita tidak bisa hidup sendirian tanpa ragam populasi spesies di Bumi, ini akan membawa dampak buruk bagi manusia.
"Perubahan iklim sekarang ini setidaknya sama besarnya dengan ancaman terhadap jumlah spesies yang masih hidup di Bumi akibat  penghancuran dan perubahan habitat." Demikian pendapat Chris Thomas, konservasi biologi dari University of Leeds.

D.    Cara Mengatasi Global Warming
Adapun upaya untuk mengatasi global warming adalah dengan melakukan pencegahan sebagai berikut :
1.      Awasi penebangan hutan sembarangan

Di Indonesia ini khususnya, ada pihak pihak kurang bertanggung jawab yang melakukan penebangan hutan secara sembarangan untuk kepentingan sendiri. Hal ini sebaiknya diawasi oleh lembaga yang berwenang, agar bisa meminimalisir jumlahnya. Hutan yang ditumbuhi dengan pepohonan yang lebat dan tinggi akan memberikan banyak manfaat untuk kita, seperti terhindar dari bencana banjir dan terjadinya erosi. Selain itu, pohon adalah makhluk yang berperan penting dalam memberikan supply oksigen bagi kita. Jika pohon ditebang, maka kadar CO2 atau karbondioksida akan lebih mendominasi udara kita dibandingkan dengan oksigen (02). Jika itu terjadi, maka peningkatan suhu bumi akan terjadi dengan sangat cepat.


2.      Menanam pohon
Pemerintah dan beberapa lembaga lingkungan perlu menggalakkan kegiatan menanam pohon untuk kebaikan bumi kita beberapa puluh tahun ke depan. Hal ini perlu dilakukan sejak saat ini, sebelum semuanya terlambat. Karena proses penanaman pohon ini tidak akan langsung terasa manfaatnya dalam beberapa tahun ke depan, melainkan beberapa puluh tahun ke depan. Jadi, tanamlah pohon untuk generasi penerus kita.
Cara mengatasi pemanasan global dengan merubah kebiasaan

1.      Mengurangi pemakaian kendaraan bermotor

Kendaraan bermotor memang membuat kita hidup lebih mudah dan praktis. Namun dari segi kesehatan dan ketahanan alam, hal ini kurang baik jika dijadikan kebiasaan sehari hari. Oleh karena itu, mari kita mulai untuk mengurangi pemaikaian kendaraan bermotor, dan beralih kepada sarana transportasi yang lebih sehat seperti sepeda, atau berjalan kaki untuk menuju tempat tempat yang dekat.
Hal buruk yang diberikan oleh kendaraan bermotor adalah polusi yang dikeluarkannya. Output dari bahan bakar mesin tersebut adalah C02, yang berpeluang menjadikan suhu bumi menjadi lebih mudah panas. Jadi semakin sedikit penggunaannya, dan orang yang menggunakannya, maka semakin kecil peluang terjadinya pemanasa global.

2.   Mengurangi penggunaan lampu di siang hari

Lampu yang terlalu lama dinyalakan, apalagi di waktu siang akan membuat panas bumi semakin meningkat. Memang cukup sepele, tetapi jika seluruh panas lampu dikumpulkan dari setiap penduduk bumi, maka berapa suhu panas yang akan terkumpul.
Oleh sebab itu, mari kita biasakan menyalakan lampu secukupnya. Dan hindari penggunaan lampu pada siang hari.

Hujan asam merupakan salah satu dampak pemanasan global yang terjadinya dibumi ini. Fenomena ini tentu sangat merugikan, karena hujan asam bisa menyebabkan kerusakan terhadap sarana dan prasarana (infrastruktur) yang ada dimuka bumi. Mau tahu lebih detail mengenai hujan asam? Simak tulisan yang satu ini mengenai proses terjadinya hujan asam serta dampaknya bagi kehidupan.

Hujan Asam
Sumber : https://www.flickr.com/photos/powersjq/2158606501/

Pengertian Hujan Asam

Pengertian hujan asam menurut situs ensiklopedia Wikipedia adalah hujan yang memiliki kadar keasaman dibawah 5,6 (pH dibawah 5,6), perlu diketahui bahwa hujan secara alami memiliki pH 6 atau sedikit dibawahnya. Peristiwa hujan asam ini terjadinya dikarenakan zat belerang (sulfur) yang ada di atmosfer yang merupakan gas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil yang ada dibumi.
Proses Terjadinya Hujan Asam
Singkatnya proses hujan asam terjadi karena gas sulfur oksida yang mayoritas dikeluarkan dari asap-asap pabrik dan gas nitrogen oksida yang dihasilkan dari banyaknya kendaraan bermotor berkumpul menjadi satu dan bereaksi dengan uap air yang ada diudara. Proses reaksi ini menghasilkan asam sulfat, asam nitrit dan asam nitrat yang berkondensasi membentuk awan yang menjadikannya huja asam.
Sebenarnya terjadinya hujan asam secara alamiah disebabkan oleh aktivitas gunung berapi dan proses-proses bio kimia yang terjadi dibumi ini seperi di rawa-rawa, tanah, laut, dan dimanapun itu. Tapi saat ini terjadinya hujan asam lebih banyak dikarenakan campur tangan manusia seperti dari industri dan kendaraan bermotor. Gas emisi yang dihasilkan dibumi dibawa oleh angin ke atmosfer.

Hujan asam yang sering terjadi saat ini dimulai ketika terjadinya revolusi industri di eropa, sejak saat ini mulailah terlihat dampak dari hujan asam yaitu terjadinya penurunan tingkat keasaman (pH) didaerah kutub dari 6 menjadi 4,5. Tidak hanya perubahan pH saja, dampak lain yang dirasakan bagi kehidupan dikutub adalah marinya organisme-organisme kecil disana yang disebut dengan diatom.
Perlu diketahui bersama bahwa hujan asam untuk pertama kalinya ditemukan pada 1852 oleh seseorang yang bernama Robert Angus Smith di Kota Manchester. Setelah berselang satu abad lamanya, tepatnya ditahun 1970-an, barulah ilmuwan banyak melakukan penelitian tentang hujan asam.Sejak tahun 1990-an orang mulai peduli dengan hujan asam yang menyebabkan kerusakan lingkungan.

Dampak Hujan Asam
Hujan asam merupakan peristiwa alam yang sangat mengkhawatirkan bagi umat manusia, hal ini karena hujan asam dapat berdampak merugikan bagi kehidupan dibumi. Dan inilah beberapa dampak hujan asam bagi kehidupan dimuka bumi:

  • Rusaknya sarana prasarana (infrastruktur) dibumi.
  • Menghambat perkembangbiakan hewan-hewan laut.
  • Mematikan berbagai jenis ikan.
  • Dapat menjadi racun bagi manusia.
  • Menyebabkan kerusakan lingkungan.

No comments:

Post a Comment